Tenaga kesehatan bersiap melakukan perawatan pasien Covid-19 di RSDC Wisma Atlet, Jakarta, Selasa (26/1). Data Satgas Covid-19 pada Selasa (26/1) mencatat kasus positif di Indonesia bertambah 13.094 sehingga total kasus positif bertambah menjadi 1.012.350 | Republika/Putra M. Akbar

Jakarta

Tekan Pandemi Covid-19, Menkes Mati-matian Terapkan 3T

Klaster keluarga masih menjadi titik penyebaran Covid-19 terbesar di Jakarta

JAKARTA -- Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengaku akan mati-matian mengejar implementasi 3T, yakni tracing (pelacakan), testing (pemeriksaan), dan treatment (perawatan termasuk isolasi), secara efektif. Pernyataan Budi ini disampaikan tak lama setelah dirinya mengritik pelaksanaan 3T yang tidak efektif selama ini. Alasannya, angka pemeriksaan banyak disumbang oleh testing mandiri, bukan testing hasil dari tracing kasus positif. 

"Saya pesan dua hal. Protokol kesehatan 3M harus seluruh rakyat bergerak sama-sama. Nggak mungkin kita sendiri. Dari sisi Kemenkes, saya pastikan 3T akan mati-matian kita kejar secepat-cepatnya dan seluas-luasnya," ujar Budi usai menjalani vaksinasi Covid-19 dosis kedua di halaman Istana Merdeka, Rabu (27/1). 

Angka kasus Covid-19 yang tembus 1 juta orang pada Selasa (26/1) kemarin menyodorkan dua momen penting bagi masyarakat Indonesia. Pertama, momen untuk berduka lantaran tercatat ada 28.468 orang meninggal dunia dengan status positif Covid-19. Tak hanya itu, tidak kurang 600 tenaga kesehatan telah gugur selama pandemi ini. 

"Ini harus menjadi refleksi bahwa virus ini ada, pandemi ada, dan serius," kata Budi. 

Sedangkan momen kedua, ujar Budi, adalah gerakan secara masif untuk bisa lebih disiplin menjalankan protokol kesehatan. Budi mengajak masyarakat untuk tidak menyia-nyiakan gugurnya 600 lebih tenaga kesehatan yang telah berjuang melawan Covid-19. 

"Kita harus memastikan agar perjuangan mereka bisa kita teruskan. Kita harus bekerja lebih keras untuk memastikan ini menurun," ujar Budi.

 

Terjaring operasi masker

Sebanyak 9.144 warga Jakarta Pusat terjaring Operasi Tertib Masker (Tibmask) Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat, selama tiga pekan pada Januari 2021. Jumlah tersebut hampir sama jika dibandingkan Desember lalu.

Kita minta di masa PSBB ketat ini masyarakat lebih menjaga dan tidak kendur menjalankan 3M yang di dalamnya termasuk juga penggunaan masker," kata Kepala Satpol PP Jakarta Pusat Bernard Tambunan saat ditemui di Kantor Pemerintah Kota Jakarta Pusat, Selasa (26/1).

Pemberian sanksi sosial masih tetap paling banyak diberikan bagi warga yang tidak rutin menggunakan masker. Tercatat sebanyak 9.107 warga diberikan tugas untuk membersihkan fasilitas umum dan menggunakan rompi oranye ketika menjalani sanksi sosialnya.

Sanksi sosial paling banyak berasal dari Kecamatan Menteng berjumlah 2.137 orang, disusul Kecamatan Tanah Abang 1.954 orang, dan 1.085 orang dari Kecamatan Senen. Sementara itu, untuk pemberian sanksi denda terkumpul sebanyak Rp 7.850.000 berasal dari 37 orang.

Sanksi denda paling banyak berasal dari Tanah Abang sebanyak 12 orang, disusul Kecamatan Gambir dan Kemayoran masing-masing sebanyak enam orang, serta Kecamatan Senen sebanyak lima orang. Selain memastikan pelanggaran protokol kesehatan, seperti masker tetap diawasi, Satpol PP Jakarta Pusat juga tetap mengawasi berjalannya protokol kesehatan di perkantoran dan tempat usaha, seperti restoran, tempat makan, serta hotel.

"Kita pastikan terus pengawasan penggunaan masker berjalan. Tidak hanya itu, pengawasan di tempat-tempat usaha, seperti perhotelan, restoran, hingga perkantoran tetap berjalan," ujar Bernard.

Di Kota Depok, aparat Satpol PP Kota Depok menindak 21 pemilik usaha yang buka melebihi jam operasional saat pemberlakuan pembatasan kegiatan usaha restoran, kafe, rumah makan, warung, dan usaha sejenis. Puluhan pemilik usaha di Depok tersebut kepergok melanggar aturan jam operasional pelayanan hingga pukul 19.00 WIB saat pengawasan yang dilakukan pada Ahad (24/1) malam.

“Kami melakukan pengawasan di Jalan Margonda Raya, Jalan Kemakmuran, sampai Jalan M Yusuf, dan Jalan H Asnawi," kata Kepala Satpol PP Kota Depok, Lienda Ratnanurdianny.

Menurut Lienda, sebelumnya, pihak Satpol PP Kota Depok sudah melakukan sosialisasi kepada seluruh pemilik usaha. Selain itu juga mengingatkan untuk mematuhi aturan yang berlaku terkait jam operasional pelayanan selama pemberlakuan pembatasan kegiatan usaha.

"Hingga kini, masih ada beberapa pemilik usaha yang melanggar aturan tersebut. Seluruh pemilik usaha yang melanggar dikenakan sanksi berupa teguran, lisan, dan denda," ujar dia.

Lienda melanjutkan, pemilik usaha yang melanggar dikenakan sanksi sesuai Peraturan Wali Kota Depok Nomor 60 Tahun 2020, yakni tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019. "Ini sebagai upaya penerapan aturan pencegahan penyebaran Covid-19," kata Lienda.

Kepala Bidang Penegakan Perda Satpol PP Kota Depok Taufiqurakhman menambahkan, terdapat sebanyak 11 pelaku usaha yang dikenakan denda. Sedangkan, 20 pelaku usaha lainnya dikenalan sanksi berupa teguran tertulis.

"Sanksi berupa denda yang diberikan maksimal Rp 25 juta. Tentunya sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan," kata Taufik.

Dalam hal ini selama PPKM, pembatasan jam operasional untuk kegiatan toko, pusat perbelanjaan, rumah makan, kafe, dan tempat usaha lainnya hingga pukul 19.00 WIB. Khusus untuk layanan antar dapat dilakukan hingga pukul 21.00 WIB.

"Untuk kafe, resto, maupun rumah makan dibatasi hingga pukul 19.00 WIB dengan kapasitas hanya 25 persen," ujar dia.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Satgas Covid 19 Indonesia (satgascovid19.id)

Klaster keluarga

Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan Yuke Yurike meminta Pemprov DKI Jakarta agar fokus mengawasi penyebaran Covid-19 pada klaster rumah tangga atau keluarga. Menurut Yuke, pasien positif Covid-19 yang tinggal di lingkungan padat penduduk tidak tertangani dan terpaksa mengisolasi mandiri di rumahnya masing-masing tanpa pengawasan. Dia menyebut, hal itu sangat berisiko tinggi terjadinya penyebaran virus korona.

"Jadi, pasien itu sudah datang ke puskesmas dan rumah sakit. Karena kondisi penuh, mereka harus nunggu prosedur sampai bisa dibawa ke isolasi. Mereka terpaksa pulang ke rumah sambil menunggu prosedur. Risiko penularan dan penyebaran di lingkungan rumah atau lingkungan keluarga sangat tinggi," kata Yuke.

Selain itu, anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta tersebut juga meminta pemprov agar segera menyiapkan atau menambah fasilitas isolasi mandiri untuk pasien tanpa gejala ataupun dengan gejala Covid-19. Dia menuturkan, Pemprov DKI memiliki anggaran sekitar Rp 5 triliun bagi penanganan pandemi virus korona di Ibu Kota.

"Harusnya pemprov sudah bisa mengantisipasi. Jangan cuma PSBB ketat, tapi lemah pengawasan. Tambah RS Swasta, hotel, atau mungkin juga bisa dicek balai latihan yang ada," kata dia.

Sebelumnya, Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mencatat, per tanggal 24 Januari 2021, kondisi ketersediaan tempat tidur di ruang isolasi, hanya menyisakan 14 persen. Hal ini membuat Pemprov DKI Jakarta menyiapkan rencana untuk menambah kapasitas tempat tidur isolasi.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat