Pekerja memindahkan kedelai ke dalam karung di gudang kedelai, Jakarta, Senin (26/8). | ANTARAFOTO

Opini

Antiklimaks Drama Kedelai

Sentra produksi kedelai kian terbatas karena bersaing dengan padi, jagung, bahkan kelapa sawit.

BUSTANUL ARIFIN, Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian UNILA, Ekonom Senior INDEF

Drama kenaikan harga kedelai karena Covid-19 yang mengganggu sistem logistik global berdampak bagi industri tahu-tempe di Indonesia. Kinerja produksi kedelai domestik yang tak memadai, membuat industri tahu-tempe mengandalkan kedelai impor, terutama dari AS.

Untuk menarik perhatian pemerintah, perajin tahu-tempe melakukan protes dengan tidak berproduksi selama tiga hari pada akhir 2020. 

Drama kenaikan harga kedelai itu, untuk sementara berakhir antiklimaks. Yaitu, solusi sementara yang tak memecahkan persoalan strategis sebenarnya. Industri tahu-tempe “diizinkan” menaikkan harga jual dan eceran sampai 20 persen. Pemerintah “mempertemukan” perajin tahu-tempe dengan importir kedelai.

Selain itu, memfasiltiasi pasar kedelai dengan harga Rp 8.500 per kilogram (kg), mulai Jumat 8 Januari 2021 (Republika, 7 Januari, 2021). "Operasi pasar” direncanakan berlangsung tiga bulan ke depan dan terus dimonitor dan dievaluasi.

 

 
Drama kenaikan harga kedelai itu, untuk sementara berakhir antiklimaks. Yaitu, solusi sementara yang tak memecahkan persoalan strategis sebenarnya. 
 
 

 

Dinamika kedelai global

Sebenarnya, produksi kedelai global selama 2020 normal, bahkan naik delapan persen, mencapai 364 juta ton, rekor tertinggi, terutama karena peningkatan produksi di Brasil dan AS. 

Pangsa produksi kedelai dua negara ini hampir 80 persen dari total kedelai global. Disusul Argentina (15 persen), Cina (5 persen), dan India (3 persen). Produksi kedelai Brasil hampir 130 juta ton, sedangkan produksi kedelai AS 112 juta ton.

Harga kedelai tingkat global seharusnya tak bermasalah karena suplai cukup baik. Namun, harga meningkat sangat tajam sepanjang 2020. Akhir Desember, harga kedelai 503 dolar AS per ton, naik berlipat dari harga pada April yang masih 363 dolar AS per ton.

Pandemi Covid-19 mengganggu sistem logistik global, bahkan membuat kelangkaan kontainer yang sangat mengganggu arus perdagangan internasional. Kompleksitas perdagangan sistem pasar berjangka ikut berkontribusi pada kenaikan harga kedelai global.

Kenaikan harga itu juga dipicu manuver Cina yang menaikkan volume impornya, untuk mengamankan stok kedelai menjelang Hari Raya Imlek, sampai 30 juta ton. Industri pangan berbasis kedelai dan industri pakan ternak Cina berkembang amat pesat dalam dua dekade terakhir.

 
Indonesia hanya mampu memproduksi kedelai sekitar 500 ribu ton, jauh dari cita-cita swasembada yang dicanangkan enam tahun lalu. 
 
 

Kinerja kedelai domestik

Indonesia hanya mampu memproduksi kedelai sekitar 500 ribu ton, jauh dari cita-cita swasembada yang dicanangkan enam tahun lalu. BPS sejak 2016, tak lagi merilis data produksi kedelai karena proses revisi metodologi estimasi produksi belum selesai dilakukan.

Konsumsi kedelai Indonesia mencapai 3 juta ton atau lebih sehingga impor kedelai masih harus dilakukan 2,5 juta– 3 juta ton setiap tahun. Kedelai impor ini yang digunakan sebagai baku industri tahu-tempe dan industri pangan berbasis kedelai lainnya. 

Indonesia juga mengimpor bungkil kedelai 4 juta-5 juta ton, sebagai bahan baku pakan ternak dan perikanan. Cukup banyak studi ekonom pertanian tentang produksi kedelai domestik yang terus menurun, dan kesulitan Indonesia mencapai swasembada kedelai.

Hasil-hasil studi berimplikasi bahwa Indonesia tidak harus memaksakan diri mencapai swasembada. Ketergantungan impor kedelai sampai 70 persen, fakta yang harus dihadapi saat ini. Sentra produksi kedelai kian terbatas karena bersaing dengan padi, jagung, bahkan kelapa sawit.

 
Pertama, lebih baik fokus pada produksi kedelai kualitas tinggi, tidak harus bersaing head-to-head dengan kedelai impor, yang memiliki efisiensi produksi lebih tinggi dan harga murah. 
 
 

Area pertanaman kedelai masih dapat dijumpai di Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan hanya sebagian kecil di Indonesia Timur. Kedelai ditanam sebagai tanaman rotasi setelah padi dan/atau jagung.

Sebagai penutup, “operasi pasar” dengan meminta importir kedelai menjual atau memasok perajin tahu-tempe secara teratur, perlu dilihat sebagai solusi temporer. Reformasi kebijakan rantai nilai kedelai yang lebih strategis harus segera dirumuskan ke depan.

Pertama, lebih baik fokus pada produksi kedelai kualitas tinggi, tidak harus bersaing head-to-head dengan kedelai impor, yang memiliki efisiensi produksi lebih tinggi dan harga murah. 

Indonesia mampu memproduksi kedelai hitam, sebagai bahan baku industri kecap khas dan bercita rasa tinggi, sekaligus dengan produk turunan yang juga bernilai tambah tinggi.

 
Tak ada petani rasional yang akan menanam kedelai dan meningkatkan produtivitasnya jika penerimaan ekonomi dari kedelai lebih rendah dari biaya produksinya.
 
 

Kedua, peningkatan produktivitas dan kualitas kedelai domestik menggunakan varietas unggul, yang telah diadaptasi dengan kondisi iklim dan agro-ekosistem Indonesia. Walaupun berukuran lebih kecil, kedelai domestik umumnya lebih gurih dan sangat sesuai sebagai bahan baku tahu atau setidaknya untuk dicampur dengan kedelai impor.

Ketiga, perbaikan sistem insentif ekonomi rantai nilai kedelai, dari sistem produksi di hulu, distribusi, dan perdagangan di tengah, serta jaminan kepastian pasar di hilir. Tak ada petani rasional yang akan menanam kedelai dan meningkatkan produtivitasnya jika penerimaan ekonomi dari kedelai lebih rendah dari biaya produksinya.

Keempat, pengembangan tanaman legum lain sebagai alternatif bahan baku tahu-tempe, misalnya kacang tolo putih, yang lebih adaptif terhadap agro-ekosistem Indonesia. Kacang tolo putih juga sebagai sumber protein tinggi dan menjadi pangan fungsional masa depan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat