Pesepeda melintas di depan tulisan Pajak Kuat Indonesia Maju di Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu. | SIGID KURNIAWAN/ANTARA FOTO

Ekonomi

Defisit APBN Lebih Rendah dari Perkiraan

Meski defisit melebar, realisasinya tidak separah seperti yang diproyeksikan.

JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 mengalami defisit sebesar Rp 956,3 triliun. Nominal tersebut setara dengan 6,09 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dan naik lebih dari 100 persen dibandingkan tahun lalu yang hanya Rp 348,7 triliun.

Meski defisit melebar, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, realisasinya tidak separah seperti yang diproyeksikan dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur APBN 2020. Pemerintah memperhitungkan defisit tahun lalu akan mencapai 6,34 persen terhadap PDB atau sekitar Rp 1.039 triliun.

Sri menyebutkan, kenaikan defisit yang signifikan pada tahun ini tidak terlepas dari dampak pandemi Covid-19. Pandemi menyebabkan pendapatan negara, terutama dari pajak, menurun. Di sisi lain, pemerintah harus menambah belanja negara untuk penanganan kesehatan dan dampak pandemi terhadap masyarakat dan dunia usaha.

"Itu adalah shock yang terjadi karena kombinasi penerimaan pajak yang turun dan insentif diberikan ke sektor usaha," kata Sri dalam Konferensi Pers Realisasi Pelaksanaan APBN 2020 secara virtual, Rabu (6/1).

Pendapatan negara sepanjang tahun lalu tercatat mencapai Rp 1.633,6 triliun, kontraksi 16,7 persen dibandingkan realisasi 2019 yang sebesar Rp 1.960 triliun. Sementara pendapatan mengalami penyusutan, belanja negara mengalami kenaikan 12,2 persen menjadi Rp 2.589 triliun dari Rp 2.309 triliun pada 2019. Kenaikan terutama terjadi untuk belanja pemerintah pusat yang mencapai Rp 1.827 triliun atau tumbuh 22,1 persen dari 2019.

Di sisi lain, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) mengalami penurunan 6,2 persen menjadi Rp 762,5 triliun dari Rp 813 triliun pada 2019. Realisasi TKDD hampir mencapai target dalam Perpres 72 Tahun 2020, yakni Rp 763,9 triliun.

photo
KRL Commuter Line melintas dengan latar belakang gedung bertingkat di Pejompongan, Jakarta, Rabu (6/1). Kementerian Keuangan mencatat, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 mengalami defisit Rp 956,3 triliun. - (Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO)

Sri mengatakan, penurunan realisasi TKDD yang lebih kecil dibandingkan penurunan pendapatan negara menggambarkan dukungan pemerintah pusat secara signifikan ke daerah. "Harusnya, transfer ke daerah mengikuti pendapatan negara. Tapi, pemerintah berupaya menjaga agar daerah tidak shock, sehingga penurunannya tidak setajam dibandingkan pendapatan negara," tuturnya.

Secara keseluruhan, realisasi APBN 2020 meninggalkan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) sebesar Rp 234,7 triliun. Di dalamnya termasuk Rp 66,75 triliun untuk dukungan dunia usaha melalui perbankan, serta Rp 50,9 triliun akan di-carry over untuk penanganan kesehatan dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) lainnya tahun ini. 

Shortfall pajak

Tekanan ekonomi dan pemberian insentif perpajakan dari pemerintah membuat penerimaan pajak kembali tidak mencapai target atau mengalami shortfall. Kementerian Keuangan mencatat, penerimaan pajak sepanjang 2020 mengalami kontraksi 19,7 persen dibandingkan 2019 menjadi Rp 1.070 triliun.

Angka ini hanya 89,3 persen dari target yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur APBN 2020, yakni Rp 1.198 triliun atau terjadi shortfall Rp 128 triliun. 

Meskipun mengalami kontraksi double digit, Sri menjelaskan, realisasi penerimaan pajak tahun lalu lebih baik dibandingkan perkiraan pemerintah. Akibat pandemi, pemerintah memproyeksikan penerimaan pajak dapat menyusut hingga 21 persen.

Sri menyebutkan, penurunan setoran pajak tidak terlepas dari tantangan ekstensifikasi dan intensifikasi selama masa pandemi. "Langkah-langkah yang dilakukan teman-teman Direktorat Jenderal Pajak untuk menjalankan tugas, menjaga penerimaan negara menjadi sangat menantang," katanya.

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo mengatakan, pandemi menyebabkan pihaknya mengalami keterbatasan dalam pelaksanaan ekstensifikasi dan intensifikasi. Dampaknya, shortfall terjadi sangat dalam pada tahun ini.

Suryo mencatat, insentif yang diberikan pemerintah sepanjang tahun lalu mencapai Rp 56 triliun dengan Rp 3,4 triliun di antaranya berasal dari pajak ditanggung pemerintah dan sisanya pajak yang hilang atau foregone.

"Itu kira-kira gambaran kenapa pajak mengalami penurunan 19,7 persen pada 2020," ucap Suryo.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat