Pedagang koran melayani calon pembeli di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur, Senin (27/7). | ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

Kabar Utama

Media Massa Tetap Jadi Rujukan 

Republika bertekad menjadi media massa yang turut menangkal hoaks di masyarakat.

JAKARTA -- Maraknya hoaks yang beredar di media sosial (medsos) membuat keberadaan media massa semakin penting. Sebab, media massa tetap menjadi rujukan bagi masyarakat untuk mencari informasi yang valid. Oleh karena itu, perusahaan pers dituntut terus meningkatkan profesionalisme dan kontribusinya bagi bangsa, apalagi di masa pandemi Covid-19. 

Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo mengingatkan dualitas fungsi yang harus dijalani media massa saat ini, yakni sebagai institusi sosial dan institusi ekonomi. Sebagai institusi sosial, media massa memiliki kewajiban menghadirkan jurnalisme yang bermartabat.

Adapun sebagai institusi ekonomi, media harus jadi entitas ekonomi yang secara bisnis solid berkembang dan menguntungkan. Sebab, kata Agus, tidak mungkin media massa dapat mengemban institusi sosial dengan benar dan memadai kalau sebagai institusi ekonomi tidak laik.

Begitu pula sebaliknya. Media massa tidak seharusnya hanya mengejar nilai dan motif ekonomi dengan mengabaikan keberadaannya sebagai institusi sosial. "Sekali lagi media adalah dualitas, dua duanya harus berjalan seiring yaitu sebagai institusi sosial sekaligus ekonomi," kata Agus dalam Webinar Ultah ke-28 Republika bertajuk "Menguatkan Jurnalisme, Menguatkan Bangsa", yang digelar secara virtual, Senin (4/1).

Webinar turut menghadirkan narasumber lainnya, yaitu Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang diwakili Sesditjen IKP Kementerian Kominfo Sumiati, Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut, Ketua Forum Pemred Kemal A Gani, dan Pemimpin Redaksi Republika Irfan Junaidi. 

Menurut Agus, dualitas sebagai institusi sosial dan ekonomi harus dipenuhi media massa karena berpengaruh terhadap profesionalisme. Ia menilai, sisi profesionalisme dan idealisme wartawan saat ini tengah diuji. Di tengah dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19 yang turut dirasakan industri media, sebuah perusahaan media tetap harus menjadi garda terdepan dalam penanganan pandemi. 

Ia mengatakan, banyak negara menunjukan keberhasilan menangani pandemi berkat keberhasilan berkomuikasi dengan publik melalui media massa, termasuk media massa konvensional. "Dalam posisi unik ini, sebagai korban pandemi sekaligus garda terdepan penanganan pandemi, sangat dibutuhkan kedewasaan dan kebesaran hati pers nasional yang benar-benar diuji," ungkapnya.

Agus menambahkan, pers sangat diharapkan oleh pemerintah untuk membantu menyosialisasikan kebijakan dan keputusan terkait Covid-19. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah dapat membantu pers untuk mempertahankan eksistensinya.

"Jadi, negara bantu pers untuk menghidupkan pers. Tapi pers juga bantu negara untuk menangani pandemi Covid-19 dalam menjalankan fungsi informasi. Ini juga dilakukan negara-negara lain. Dan media massa tetap independen dan bisa mengkritik pemerintah," katanya. 

Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut mengajak media massa konvensional untuk mengambil peran dalam mengatasi hoaks atau disinformasi. Wenseslaus berharap media menjadi rumah penjernih dari hoaks yang ramai di media sosial.

"Misal, kita melirik tren media sosial, (hoaks) apa yang ramai diperbincangkan, apa yang diragukan, itu harus tersedia di media konvensional berita validnya," ujar Wenseslaus. 

Ia mengatakan, media massa yang menjadi tempat orang mencari kepastian informasi, harus memberi jawaban atau rujukan bagi masyarakat di media sosial. Khususnya, hoaks atau isu yang belum pasti kebenarannya. "Media tempat orang mencari kepastian, menemukan suatu yang menjadi rujukan buat dia, harus ambil posisi itu," ujar Wen.

Karena itu, ia selama ini mengimbau anggota AMSI maupun media massa konvensional untuk menjadi rumah penjernih isu hoaks. Berdasarkan pemantauannya, jika ada peristiwa besar, media massa tetap menjadi rujukan bagi masyarakat untuk mencari tahu kebenaran atau kepastian suatu informasi.

"Datanya naik, itu sebetulnya menjelaskan bahwa orang butuh yang lebih pasti soal informasi kalau ada masyarakat di situasi yang dimana perlu klarifikasi," ujar dia. 

Hal serupa disampaikan Ketua Forum Pemred Kemal A Gani. Ia mengatakan, berdasarkan data Kemenkominfo. ada 800 ribu situs penyebar hoaks di Indonesia. Ia menilai, jurnalisme harus ikut berperan dalam mengatasi hoaks yang beredar. 

"Ini pekerjaan rumah kita bersama, semua masyarakat, lembaga, baik pemerintah, media lembaga-lembaga lain semua harus terlibat hentikan hoaks," ujarnya.

Ikhtiar Republika

Pemimpin Redaksi Republika Irfan Junaidi mengatakan, Republika bertekad menjadi media massa yang turut menangkal hoaks yang beredar di masyarakat. Irfan mengatakan, Republika membekali sumber daya manusia (SDM) wartawannya dengan kompetensi memadai, diikuti pengecekan berlapis dari informasi diterima hingga berita ditayangkan. 

"Mudah-mudahan dengan ikhtiar dalam menekan berita-berita keliru ini bisa bantu masyarakat, dalam menemukan referensi informasi yamg diterimanya. Kita sediakan tempat berpulang atau rumah tempat mencuci dari hoaks-hoaks yang beredar," ujar Irfan. 

Irfan menjelaskan, selain telah teruji secara kompetensi, wartawan dan SDM di Republika selalu dibekali pelatihan, mulai dari penjudulan, penyusunan lead, menata logika dalam berita hingga pengecekan berlapis dan SOP yang harus diikuti jurnalis. Untuk platform media cetak, kata Irfan, Republika mengenal pengecekan berlapis yang prosesnya dimulai dari berita diterima dari reporter. Berita tersebut lalu diverifikasi oleh redaktur. 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (republikaonline)

Selanjutnya, oleh redaktur berita akan dikompilasi, dilengkapi, disiapkan halamannya, lalu didesain. Sebelum dicetak, setiap halaman dibuat print out untuk diperiksa terlebih dahulu oleh asisten redaktur pelaksana hingga redaktur pelaksana.

"Dicek satu persatu, data, fakta, typo, kalau sudah final barulah dicetak. Dengan proses berlapis ini, kesalahan itu bisa kita meminimalkan, menekan sekecil terjadinya kekeliruan," ungkapnya.

Berbeda dengan koran, platform Republika Online lebih sederhana, yakni berita yang berasal dari reporter masuk ke bank atau gudang berita, lalu diambil oleh redaktur untuk dikompilasi dan diedit sebelum diunggah di website. Irfan tak memungkiri mekanisme sederhana ini memungkinkan terjadinya kekeliruan.

Namun, ia memastikan ada pembekalan SDM dan upaya cek silang antara reporter dan redaktur demi meminimalkan risiko terjadi kekeliruan dalam penyajian berita. Karena itu, Irfan memastikan, kecil kemungkinan berita hoaks muncul di platform Republika. "Ada mekanisme kerja agar berita yang disampaikan bukan hoaks," ungkapnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat