Seorang warga Palestina pasien Covid-19 sedang dirawat di Rumah Sakit Eropa di Gaza, akhir bulan lalu. | EPA-EFE/MOHAMMED SABER

Internasional

Vaksinasi di Palestina tanpa Kepastian

Israel akan meluncurkan kampanye penyuntikan vaksin berskala besar pekan depan.

RAMALLAH -- Palestina masih belum memiliki kepastian kapan akan memulai proses vaksinasi Covid-19. Sementara Israel akan meluncurkan kampanye penyuntikan vaksin berskala besar pekan depan. 

Seorang pejabat senior kesehatan Palestina Dr Ali Abed Rabbo mengungkapkan, Otoritas Palestina sedang menjalin pembicaraan dengan Pfizer, Moderna, dan AstraZeneca. Palestina pun membuka komunikasi dengan pembuat vaksin Rusia. 

Kendati demikian, Palestina belum menandatangani perjanjian apa pun dengan pihak-pihak tersebut. Satu-satunya langkah konkret yang telah diambil Palestina adalah mengajukan aplikasi untuk insiatif Covax. 

Covax adalah sebuah program yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Misinya menyediakan 20 persen vaksin Covid-19 gratis bagi negara-negara berpenghasilan rendah.

Menurut Rabbo, Palestina berharap memvaksinasi 20 persen populasinya melalui Covax. "Sisanya tergantung pembelian Palestina dari pasokan global," ucapnya, Kamis (17/12). 

Masalahnya, Covax hanya mendapatkan sebagian kecil dari dua miliar dosis yang diharapkan dapat dibeli selama tahun depan. Negara-negara kaya telah mencadangkan sekitar sembilan miliar dari perkiraan 12 miliar dosis yang diperkirakan diproduksi oleh industri farmasi tahun depan. 

photo
Pemandangan toko-toko yang ditutup seturut pemberlakuan karantina wilayah di Nablus, Tepi Barat, Selasa (15/12).  - (EPA-EFE/ALAA BADARNEH)

Covax belum mengonfirmasi kesepakatan aktual dan kekurangan dana. Masalah pun timbul jika Palestina hendak mendatangkan vaksin Pfizer atau Moderna. Vaksin kedua perusahaan farmasi itu harus disimpan di lemari pendingin dengan suhu yang disesuaikan. 

Vaksin Pfizer, misalnya, harus disimpan di lemari pendingin bersuhu minus 70 derajat celsius. Palestina hanya memiliki satu unit pendingin di Kota Jericho. Hal itu membuatnya tak memiliki kapasitas memadai untuk menampung vaksin dalam jumlah besar. 

Berbeda dengan Palestina, Israel telah mencapai kesepakatan pembelian vaksin dengan Pfizer dan Moderna. Tel Aviv berhasil mengamankan delapan juta dosis vaksin Pfizer. Jumlah itu cukup untuk memvaksinasi hampir setengah populasi Israel yang berjumlah sembilan juta orang. 

Israel pun mencapai kesepakatan pembelian enam juta dosis vaksin Moderna awal bulan ini. Jumlah itu cukup untuk memvaksinasi tiga juta warga Israel. Kampanye vaksinasi dijadwalkan dimulai pekan depan dengan kapasitas lebih dari 60 ribu suntikan sehari. 

Kampanye vaksinasi Israel bakal mencakup pemukim Yahudi yang tinggal jauh di dalam Tepi Barat. Namun 2,5 juta warga Palestina yang hidup di sana tak akan disertakan dalam vaksinasi. 

photo
PM Israel Benjamin Netanyahu menyambut vaksin Covid-19 buatan Pfizer-BionTech yang tiba di Bandara Ben Gurion, Tel Aviv, pekan lalu. Vaksinasi di Israel diperkirakan dimulai pada 20 Desember 2020. - (EPA-EFE/ABIR SULTAN)

Kendati demikian, saat diwawancara Kan Radio, Wakil Menteri Kesehatan Israel Yoav Kisch mengatakan negaranya sedang berupaya mencapai surplus vaksin. "Jika kami melihat bahwa permintaan Israel telah terpenuhi dan kami memiliki kemampuan tambahan, kami pasti akan mempertimbangkan untuk membantu Palestina," ujarnya. 

Menurutnya, memvaksinasi warga Palestina tak kalah penting. Hal itu guna membantu mencegah kebangkitan wabah Covid-19 di Israel. Saat ini terdapat puluhan ribu orang Palestina yang bekerja di Israel dan wilayah permukiman. 

Physicians for Human Rights-Israel (PHRI), sebuah kelompok yang mengadvokasi keadilan di bidang perawatan kesehatan mengatakan, Israel memiliki kewajiban hukum sebagai kekuatan pendudukan untuk membeli dan mendistribusikan vaksin ke Palestina. Menurut PHRI, Israel pun harus memastikan bahwa vaksin yang tidak memenuhi pedoman keamanan tidak didistribusikan ke daerah di bawah kendalinya.

"Israel masih mempertahankan kendali atas banyak aspek warga Palestina, baik pos pemeriksaan, impor barang dan obat-obatan, serta mengendalikan pergerakan orang," kata Direktur PHRI di Wilayah Palestina Ghada Majadle. 

Dia menekankan bahwa sistem kesehatan Palestina, baik di Tepi Barat atau Jalur Gaza, berada dalam kondisi mengerikan. "Terutama (karena) pembatasan yang diberlakukan oleh Israel," kata Majadle. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat