Guru memeriksa suhu tubuh siswa sebelum memasuki kelas saat simulasi pembelajaran tatap muka di SD Widiatmika, Jimbaran, Badung, Bali, Selasa (8/12). | FIKRI YUSUF/ANTARA FOTO

Opini

Dilema Guru Belajar Tatap Muka

Kegamangan guru menghadapi pembelajaran tatap muka sangat beralasan.

SATRIWAN SALIM, Koordinator Nasional P2G, Guru SMA Labschool Jakarta-UNJ

Revisi SKB 4 Menteri Jilid III November lalu, memberi diskresi pemda memutuskan pembelajaran tatap muka (PTM) di daerahnya.

SKB 4 Menteri merelaksasi keputusan PTM tidak hanya bagi daerah zona hijau dan kuning (seperti SKB 4 Menteri Jilid II), tetapi juga zona oranye dan merah. Artinya, kategorisasi zona tidak lagi menjadi parameter sekolah dapat dibuka, tetapi lebih pada kesiapannya.

Publik, khususnya pegiat pendidikan, menangkap ada inkonsistensi sikap pemerintah pusat dalam konteks ini. Di satu sisi, angka penyebaran dan statistik Covid-19 makin melambung, di sisi lain ada kecenderungan melonggarkan syarat pembukaan sekolah.

Kekurangan lain dari SKB ini, tidak ada pemetaan daerah mana yang siap dan tidak siap PTM. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) menyebut, rencana pembukaan sekolah sepatutnya memenuhi “5 Siap”. Yakni, siap daerahnya, siap sekolah dan gurunya, siap sarana-prasarana pendukungnya, siap orang tuanya, dan siap peserta didiknya. Kemen-PPPA juga menegaskan pentingnya pengawasan rutin dan perinci atas slogan 5 Siap untuk rencana PTM.

 
Kekurangan lain dari SKB ini, tidak ada pemetaan daerah mana yang siap dan tidak siap PTM.
 
 

Pengawasan dalam proses 5 Siap pada saat sebelum dan selama PTM di satuan pendidikan berlangsung, serta saat peserta didik pergi dan pulang dari sekolah (Republika/1/12/2020).

Dilema guru

Poin penting Kemen-PPPA di atas, seharusnya menjadi landasan bagi sekolah dan daerah sebelum memutuskan sekolah dibuka untuk PTM Januari 2021. Guru sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan di sekolah, terlebih pada masa pandemi menjadi penentu.

Selain peserta didik, guru sangat menentukan pembelajaran efektif dan aman di sekolah, sekaligus menjadi kelompok rentan tertular Covid-19. Maka itu, kesiapan guru dalam PTM Januari 2021 sangat urgen diketahui, untuk mengukur bagaimana persiapan 5 Siap.

Rencana PTM berangkat dari pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang tak efektif, makin membuka ketimpangan digital antara siswa mampu dan miskin. Ditambah, kejenuhan masyarakat. Siswa stres bahkan depresi, guru tidak bisa melayani anak didik secara optimal.

Selain itu, rendahnya penyerapan materi pembelajaran oleh siswa, minimnya sarana PJJ daring di daerah pelosok, serta akses yang jauh dan medan yang sulit ditempuh menuju rumah siswa dengan metode guru kunjung (home visit).

Lalu, orang tua tak memiliki keterampilan mendampingi anak belajar PJJ, anak tidak belajar selama PJJ, anak justru ke ladang membantu orang tua pada jam belajar, dan desakan dari orang tua ke guru agar sekolah dibuka.

 
Guru setuju rencana PTM untuk menghindari dampak negatif PJJ seperti itu, tetapi juga khawatir sekolah menjadi klaster Covid-19. Para guru tampak dilematis menghadapi kondisi ini.
 
 

Demikian jawaban responden dari hasil survei nasional Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) pada akhir November lalu. Survei terhadap guru dan kepala sekolah dari 100 kota/kabupaten di 29 provinsi, mencakup wilayah perkotaan hingga pelosok.

Survei mengenai kesiapan guru dalam PTM Januari 2021, menunjukkan, mayoritas guru sebanyak 61 persen, setuju sekolah dengan PTM bertahap mulai Januari 2021. Perspektif birokratis menjadi alasan paling dominan atas setujunya para guru.

Mereka mengatakan, sekolah dan guru adalah “bawahan” pemda/kanwil dalam struktur birokrasi di daerah. Jadi, tidak mungkin guru melawan keputusan atasan. Maka itu, guru setuju dan siap kembali bertugas dalam PTM.

Guru setuju rencana PTM untuk menghindari dampak negatif PJJ seperti itu, tetapi juga khawatir sekolah menjadi klaster Covid-19. Para guru tampak dilematis menghadapi kondisi ini.

Syarat bagi guru

Kegamangan guru menghadapi PTM Januari sangat beralasan. Angka Covid-19 makin melonjak. Mereka memberikan prasyarat. Guru setuju dan siap jika PTM dimulai Januari 2021, asalkan memenuhi empat syarat mutlak.

Pertama, pemda/kanwil dan Kemendikbud harus memastikan jaminan keselamatan, kesehatan, dan keamanan guru dalam bertugas, sebagaimana tercantum dalam Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Guru dan Tenaga Kependidikan.

 
Pemda juga hendaknya melaksanakan tes usap bagi guru dan tenaga kependidikan sebelum PTM.
 
 

Bagi guru, apalagi yang belum punya BPJS Kesehatan atau Ketenagakerjaan, dirawat di rumah sakit, mesti ada penjaminan dari pemda. Perlu ditekankan di sini, nasib guru honorer dan guru swasta sebab tak semua sekolah swasta berkemampuan finansial baik.

Kedua, guru meminta tanggung jawab penuh Kemendikbud, pemda, dan orang tua. Jika ada sekolah menjadi klaster Covid, jangan mempersalahkan, apalagi mengkriminalisasi guru.

Ketiga, pilkada serentak, libur pascaujian akhir semester, Natal, dan tahun baru membuat mobilitas masyarakat tinggi, termasuk guru dan orang tua siswa beserta keluarga. Perlu surat imbaun pemda untuk menunda liburan akhir semester demi menghambat Covid-19.

Pemda juga hendaknya melaksanakan tes usap bagi guru dan tenaga kependidikan sebelum PTM. Survei P2G menunjukkan, 66 persen guru setuju dan siap tes usap. Tentu semua biaya ditanggung pemerintah.

Keempat, pemda harus berhati-hati membuka sekolah. Kemendikbud/Kemenag dan pemda hendaknya memastikan betul, kesiapan setiap sekolah. Jika keempat syarat mutlak di atas terpenuhi, membuka sekolah pada Januari nanti menjadi pilihan terbaik. Ini mengingat, hak hidup dan sehat adalah yang utama, hak pendidikan berikutnya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat