Tangkapan layar para pembicara dalam Workshop Online Jurnalistik Milenial yang digelar Republika bekerja sama dengan Puspeka Kemendikbud, Sabtu (28/11). | Republika/nur hasan murtiaji

Nasional

Menunjukkan Karakter Pancasila dalam Bermedsos

Karakter Pancasila terlihat jika dibiasakan setiap akan mengunggah konten di medsos.

OLEH INAS WIDYANURATIQAH

Menulis di media sosial sudah menjadi kegiatan yang dilakukan hampir seluruh lapisan masyarakat, termasuk generasi muda. Padahal di satu sisi, banyak hal dalam media sosial (medsos) yang bisa memberikan pengaruh buruk. 

Pembicara dari Pusat Penguatan Karakter Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Puspeka Kemendikbud), Dian Srinursih mengatakan, untuk membentengi hal buruk tersebut, generasi milenial harus membiasakan diri menulis hal positif di medsos. Generasi muda Indonesia, harus bisa menunjukkan sifat pelajar Pancasila, yaitu berkarakter sesuai nilai-nilai ketuhanan, persatuan, kemanusiaan, dan lainnya.

Karakter Pancasila tersebut akan bisa terlihat jika dibiasakan setiap kali akan mengunggah konten apa pun di medsos. "Kita dalam menghasilkan karya-karya di media sosial dengan teknik-teknik, begitu kita biasa dengan teknik yang kita miliki, kemudian menghasilkan konten, semua karena belajar. Kemudian, dilatih dan dibiasakan. Kemudian konten-konten yang ada di media sosial itu sesuai dengan karakter kita," kata Dian, saat menjadi pembicara dalam webinar Jurnalistik Milenial Batch #3 yang digelar Republika, Sabtu (28/11).

Saat ini, banyak pembuat konten di media sosial yang luar biasa, misalnya Youtuber. Namun, Dian mengatakan, pembuat konten ini terbagi menjadi dua, yakni yang berkarakter dan youtuber yang kontennya cenderung berisi hal-hal tidak mendidik.

"Youtuber yang berkarakter insya Allah umurnya panjang itu nanti. Youtuber yang karakternya negatif ya panjang juga, tapi di tengah dia itu banyak netizen julid," kata Dian menambahkan.

Dian mengatakan, saat ini penguatan karakter menjadi sesuatu yang harus terus didorong. Bahkan, lanjut Dian, negara-negara besar seperti Jepang tidak khawatir jika anak-anak tidak pandai matematika. Hal yang justru harus dikhawatirkan adalah ketika anak-anak tidak bisa mengantre. 

Mengantre adalah hal yang sederhana jika dilihat secara sekilas. Namun, mengantre dengan benar bisa mengembangkan karakter baik seseorang. Karakter baik ini akan mendorong seseorang lebih bijak dalam bermedsos.

photo
Tangkapan layar para pembicara dalam Workshop Online Jurnalistik Milenial yang digelar Republika bekerja sama dengan Puspeka Kemendikbud, Sabtu (28/11). - (Republika/nur hasan murtiaji)

Wakil Pemimpin Redaksi Republika, Nur Hasan Murtiaji mengatakan, membiasakan bijak dalam bermedsos harus dilakukan sejak muda. Generasi muda sebaiknya tidak hanya memanfaatkan media sosial sebagai tempat berkeluh kesah, tapi juga tempat yang memberikan pencerahan.

"Jadi selama ini mungkin kita punya akun medsos untuk curhat, untuk curcol. Alangkah baiknya akun-akun yang kita punya, kita manfaatkan untuk berbagi ke satu hal yang memberikan nilai positif bagi netizen yang lain," kata Hasan.

Membuat konten positif tentunya tidak bisa sembarangan. Konten yang bermanfaat membutuhkan pengetahuan dan membutuhkan ilmu tertentu. "Harus ada aturan-aturan yang secara jurnalistik itu, dan harus kita penuhi syarat-syaratnya," kata Hasan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat