Peletakan batu pertama Museum Muhammadiyah dicanangkan pada Juli 2017 lalu oleh Presiden Joko WIdodo. | DOK IST

Dunia Islam

Museum Muhammadiyah, Ikhtiar ‘Merebut’ Tafsir Sejarah

Melalui museum ini kita bisa memberikan tafsir yang lebih tepat tentang Muhammadiyah.

OLEH MUHYIDDIN

 

KH Ahmad Dahlan (1868-1923) mendirikan Muhammadiyah pada 8 Dzulhijjah 1330 H atau bertepatan dengan 18 November 1912 M. Sejak saat itu, persyarikatan tersebut selalu bergerak dalam mencerdaskan kehidupan umat Islam dan bangsa, bahkan sebelum Indonesia merdeka.

Kiprahnya hingga saat ini terus terasa dalam berbagai lini, khususnya dakwah, pendidikan, dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pada bulan ini, Muhammadiyah genap berusia 108 tahun.

Ada yang cukup istimewa dalam perayaan hari jadi organisasi tersebut kali ini. Sebab, pembangunan Museum Muhammadiyah yang sudah lama dicanangkan akhirnya mewujud pada tahun ini.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti mengatakan, keberadaan Museum Muhammadiyah merupakan salah satu ikhtiar dari pihaknya untuk semakin membuka wawasan publik. Menurut dia, pembacaan atas sejarah keumatan dan kebangsaan di Indonesia hendaknya tidak melupakan peran organisasi-organisasi masyarakat (ormas) Islam, termasuk Muhammadiyah.

Di samping Kiai Ahmad Dahlan sendiri, ada begitu banyak tokoh pejuang dari Muhammadiyah yang turut serta dalam mendirikan dan merawat Indonesia. Untuk menyebutkan beberapa saja, di antaranya ialah Ki Bagus Hadikusumo, Prof Abdul Kahar Mudzakir, dan Prof Kasman Singodimedjo. Maka, guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah itu berharap, Museum Muhammadiyah dapat menjadi salah satu sumber rujukan bagi generasi muda untuk meninjau sejarah nasional dari perspektif persyarikatan.

photo
Gedung Museum Muhammadiyah selesai pembangunan di Komplek kampus 4 Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, Selasa (17/11) - (Wihdan Hidayat / Republika)

“Jenderal Besar Sudirman adalah kader pandu Hizbul Wathan Muhammadiyah. Ir Juanda, perdana menteri RI yang berjasa besar dalam pengajuan Indonesia sebagai negara kepulauan dan zona ekonomi eksklusif, juga adalah kader dan guru Muhammadiyah,” sambung Abdul Mu’ti saat berbincang dengan Republika beberapa waktu lalu.

Museum Muhammadiyah dibangun di kompleks Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Jalan Ring Road Selatan, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Rektor UAD Muchlas Arkanudin membenarkan, salah satu visi pembangunan museum itu adalah menjadi sarana untuk merebut tafsir sejarah. Dalam arti, masyarakat perlu juga mengetahui alur sejarah nasional dari sudut pandang ormas Islam, khususnya Muhammadiyah.

“Menurut Pak Haedar Nashir (Ketua Umum PP Muhammadiyah), kita perlu membuat museum karena dengan ini kita bisa merebut tafsir sejarah,” ujar Muchlas saat dihubungi awal pekan ini.

Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah itu menjelaskan, pihaknya menjadikan museum tersebut sebagai tempat penyimpanan, perawatan, dan pameran berbagai dokumentasi, manuskrip, atau benda bersejarah yang terkait Muhammadiyah. Semuanya dapat berasal dari era sebelum maupun  sesudah Indonesia merdeka.

photo
Museum Muhammadiyah di kompleks Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Jalan Ring Road Selatan, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sedianya dibuka pada bulan ini, tetapi urung dilakukan lantaran situasi pandemi Covid-19. - (DOK REP Wihdan Hidayat)

Selain itu, penyampaian informasi dalam museum ini juga diupayakan agar dapat menyajikan perspektif yang luas tentang sejarah perjuangan Muhammadiyah. “Karena, barangkali ada sejarah di dalam penafsirannya yang kurang tepat. Nah, melalui museum ini kita bisa memberikan tafsir yang lebih tepat tentang Muhammadiyah,” ucapnya.

Republika menyambangi lokasi tersebut baru-baru ini. Bangunan fisik Museum Muhammadiyah terlihat sudah berdiri kokoh. Arsitekturnya memadukan unsur Islam dan modern kontemporer.

Muchlas mengatakan, peletakan batu pertama museum itu dilakukan Presiden Joko Widodo pada 22 Juli 2017 lalu. Pembangunannya menelan dana sekitar Rp 80 miliar. Sebesar Rp 40 miliar di antaranya diperoleh dari bantuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

“Kita berharap agar museum Muhamamdiyah ini betul-betul memenuhi fungsinya sebagai tempat untuk memberikan pencerahan yang terkait dengan pendidikan dan kebudayaan,” ujarnya.

photo
Bagian interior Museum Muhammadiyah. Menurut Rektor Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Muchlas Arkanudin, pembangunan museum tersebut merupakan sebuah ikhtiar dari Persyarikatan Muhammadiyah untuk memperkaya penafsiran sejarah bangsa Indonesia. Sehingga, peran organisasi masyarakat Islam dapat lebih mengemuka. - (DOK REP Wihdan Hidayat)

Menurut Wakil Ketua MPI PP Muhammadiyah Wiwid Widyastuti, pengukuhan perdana (soft launcing) Museum Muhammadiyah sebenarnya telah dijadwalkan pada Juni 2020. Sayangnya, pandemi Covid-19 mengharuskan pihak panitia untuk menundanya hingga November 2020. Dan, ada rencana lagi untuk menggelar acara tersebut pada tahun mendatang.

“Mudah-mudahan, Februari 2021 sudah bisa kita lakukan soft launcing. Sehingga, saat Muktamar Muhammadiyah ke-48 nanti di Solo Juli 2022, museum ini sudah bisa dinikmati oleh seluruh warga Muhammadiyah dan pengunjung,” katanya.

Museum Muhammadiyah ini merupakan salah satu program MPI PP Muhammadiyah, berdasarkan amanat Muktamar Muhammadiyah yang lalu. Wiwid mengatakan, adanya museum tersebut menjadi cara agar seluruh kader organisasi dapat melihat benang merah perjuangan Muhammadiyah sejak zaman Kiai Ahmad Dahlan hingga kini.

“Sehingga nantinya anak cucu kita, juga kader-kader ke depan, tidak kehilangan jejaknya untuk bisa menyatukan puzzle-puzzle sejarah Muhammadiyah,” ujar Wiwid.

Hingga kini, timnya terus berupaya mengumpulkan berbagai arsip dan artefak sejarah Muhammadiyah yang tersebar di banyak tempat. Nantinya, historiografi yang ditampilkan di sana tak hanya berpusat pada narasi kota. Pergerakan Muhammadiyah di daerah-daerah dan bahkan luar negeri pun akan turut dipamerkan.

Di samping itu, lanjut dia, pihaknya pun akan memanfaatkan teknologi digital. Dengan begitu, publik semakin mudah dalam mengakses koleksi. Ia menyebut, Museum Muhammadiyah menjadi yang pertama atau bahkan satu-satunya museum di Indonesia yang dikhususkan untuk narasi sejarah ormas Islam.

Tagline kami, 'mencerdaskan dan mencerahkan'. Karena itu, tim konten ingin memberikan pelayanan terbaik dalam bentuk digital juga. Kita ingin, para pengunjung museum ini dapat melihat bentuk digitalnya dan juga yang non-digitalnya (dari koleksi),” tuturnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat