Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian saat mengikuti rapat kerja dengan Komite I DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2019). | Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO

Nasional

Instruksi Mendagri Dinilai tidak Perlu 

Pemerintah pusat diimbau menanggalkan ketidakserasian hubungan politik yang ada dengan pemerintah daerah.

 

JAKARTA -- Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Prof Dr Djohermansyah Djohan mengkritisi langkah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengeluarkan Instruksi Mendagri (Inmen) Nomor 6 Tahun 2020. Menurut dia, pemerintah tidak perlu mengeluarkan instruksi menteri untuk memberikan peringatan kepada kepala daerah yang dianggap lalai menegakkan protokol kesehatan (prokes). 

"Saran saya, enggak usah pakai inmen, sebaiknya. Sebetulnya, presiden adalah (bisa memberikan) arahannya, beri peringatan, dan kalau perlu tegur," kata Djohermansyah dalam diskusi daring, Sabtu (21/11). 

Mantan direktur jenderal otonomi daerah (Otda) Kemendagri itu mengatakan, masalahnya adalah koordinasi dan komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah yang tidak baik. Ia mengimbau agar pemerintah pusat menanggalkan ketidakserasian hubungan politik yang ada dengan pemerintah daerah. "Dilupakanlah (dahulu) Anies (Gubernur DKI Anies Baswedan—Red) maju calon presiden 2024, Ridwan Kamil juga begitu, jadi jangan dilihat dari situ. Mari dengan gaya keluwesan kepemimpinan dan komunikasi," ujarnya. 

photo
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tiba di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (17/11). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dipanggil pihak kepolisian untuk dimintai keterangan terkait pelanggaran protokol kesehatan pada acara Maulid Nabi di Petamburan, Jakarta Pusat yang menimbulkan kerumunan - (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Mendagri Tito Karnavian menerbitkan Instruksi Mendagri tentang Penegakan Prokes Pencegahan Covid-19 kepada seluruh kepala daerah pada Rabu (18/11). Ia meminta agar kepala daerah konsisten menaati prokes guna mencegah penyebaran Covid-19. "Saya sampaikan kepada gubernur, bupati, dan wali kota untuk mengindahkan instruksi ini karena ada risiko menurut UU. Kalau UU dilanggar, dapat dilakukan pemberhentian," ujar Tito. 

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, urusan copot-mencopot jabatan itu harus berdasarkan perundang-undangan dan asas keadilan. "Saya kira urusan di republik ini kita serahkan kepada aturan perundang-undangan karena pada dasarnya semua jabatan ini ada risikonya, tapi harus berasaskan adil," ujar Emil di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (20/11). 

Emil memberikan klarifikasi terkait dugaan pelanggaran prokes dalam acara Maulid Nabi Muhammad SAW yang dihadiri pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab di Megamendung, Bogor. Ia mengatakan, pemberhentian kepala daerah biasanya dilakukan jika yang bersangkutan melakukan tindakan tercela. Sementara itu, masalah yang dihadapinya saat ini bukanlah sebuah perbuatan tercela.

Soal pencopotan, Djohermansyah menilai hal itu memerlukan proses yang sangat panjang dan masalahnya harus jelas. Ia pun menilai pemberhentian kepala daerah yang tertuang dalam instruksi mendagri sebagai hal yang berlebihan. “Inmen ini mungkin berlebihan, menurut saya. Jadi, bisa lebih dulu dengan teguran kepala daerah yang kita nilai dalam penanganan Covid ini,” kata dia. 

photo
Ribuan jamaah menyambut kedatangan Imam Besar Habib Rizieq Shihab di jalur Puncak, Simpang Gadog, Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (13/11/2020). - (ARIF FIRMANSYAH/ANTARA FOTO)

Gejala sentralistik

Peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P LIPI) Moch Nurhasim menilai instruksi tersebut menujukkan adanya gejala resentralisasi. Menurut dia, hal tersebut nantinya akan berdampak cukup signifikan pada sentralisasi demokrasi lokal. "Karena kepala daerah itu dipilih melalui pilkada secara langsung," kata Nurhasim, Sabtu.

Ia melihat konsekuensi dari sentralisasi tersebut bisa berujung pada pemberhentian kepala daerah oleh pemerintah pusat. Menurut dia, pemerintah pusat harus adil melihat persoalan ini secara proporsional dan utuh, tidak boleh kental dengan unsur politisasi. "Karena ini nanti akan menciptakan kericuhan di dalam konteks demokrasi di tingkat lokal," ujarnya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat