Tenaga medis memasukkan data hasil tes cepat (rapid test) dari petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Kantor Kecamatan Panakukang, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (17/11). | ANTARA FOTO/Arnas Padda

Nasional

Kampanye Langgar Protokol Kesehatan Meningkat

Bawaslu mencatat peningkatan kampanye yang melanggar protokol kesehatan pada periode 10 hari kelima masa kampanye.

JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mencatat ada peningkatan kegiatan kampanye yang melanggar protokol kesehatan (prokes) pada periode 10 hari kelima masa kampanye. Anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, menuturkan, Bawaslu menjatuhkan 381 sanksi peringatan tertulis dan membubarkan 17 kegiatan kampanye tatap muka yang melanggar prokes dalam kurun 5 hingga 14 November 2020. 

"Bawaslu menindak sedikitnya 398 kegiatan kampanye tatap muka dan atau pertemuan terbatas yang melanggar protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19 selama 10 hari kelima kampanye," ujar Afifuddin, Selasa (17/11). 

Afif menambahkan, ada 17.738 kegiatan kampanye dengan metode tatap muka dan/atau pertemuan terbatas yang diselenggarakan dalam 10 hari kelima. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan dengan 10 hari keempat kampanye, yaitu 16.574 kegiatan kampanye tatap muka. Pada periode 10 hari keempat masa kampanye (26 Oktober-4 November 2020) lalu, Bawaslu hanya menerbitkan 300 sanksi peringatan tertulis dan membubarkan 33 kegiatan kampanye tatap muka. 

Bawaslu menyebut, selama 50 hari pelaksanaan kampanye, sudah menertibkan 1.448 kegiatan kampanye tatap muka atau pertemuan terbatas yang melanggar protokol kesehatan Covid-19. Protokol kesehatan yang dilanggar antara lain kerumunan orang tanpa jaga jarak, tidak menggunakan masker, maupun tidak tersedianya penyanitasi tangan.

Selain pelanggaran prokes yang meningkat, Bawaslu juga mencatat setidaknya 31 pengawas pemilu di 270 daerah yang menyelenggarakan pilkada mendapatkan kekerasan saat menjalankan tugas, misalnya ketika membubarkan kampanye yang melanggar prokes. "Beberapa langkah pembubaran kampanye berujung pada kekerasan terhadap pengawas pemilu yang melakukan pembubaran," ujar Afif. 

Namun, dari 31 pengawas yang mengalami kekerasan itu tidak seluruhnya dipicu upaya pembubaran kampanye. Sedikitnya 19 orang pengawas di daerah mengalami kekerasan verbal atau intimidasi sepanjang pelaksanaan pilkada. Kemudian, 12 orang pengawas justru mengalami kekerasan fisik. 

Politik uang

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, berdasarkan hasil survei, sebanyak 56,8 persen warga Tangsel menyatakan bisa menerima politik uang sebagai hal yang wajar. "(Sebanyak) 56,8 persen warga Tangsel mengatakan kalau ada calon atau orang yang ngasih hadiah sebagai sesuatu yang wajar. Politik uang dianggap wajar, tetapi pemimpin kepala daerah harus bersih dari korupsi," ujar Burhanuddin, Selasa (17/11).

Jumlah itu berdasarkan hasil survei Indikator pada November 2020. Burhanuddin membandingkan dengan survei pada Agustus dan Oktober 2020 dengan jumlah sampel yang sama sebanyak 820 responden warga Tangsel yang memiliki hak pilih. Berdasarkan hasil survei di ketiga periode tersebut, toleransi terhadap politik uang makin meningkat, mulai dari 35,3 persen, 51,1 persen, hingga 56,8 persen.

Menurut Burhanuddin, situasi pandemi Covid-19 yang berdampak pada aspek ekonomi warga diduga menyumbang kenaikan sikap permisif pemilih terhadap praktik jual beli suara di pilkada 2020. "Dua hal yang menjadi PR kita yaitu partisipasi pemilih dan perlawanan kita terhadap politik uang," kata Burhanuddin. 

Margin of error survei ini ialah 3,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Responden terpilih diwawancarai secara tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih untuk menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat