KH Saifuddin Arif (tengah) berbicara tentang buku perjalanan hidupnya | Erdy Nasrul/Republika

Opini

Teguran Kiai Andin

Kiai Andin adalah sosok yang menginspirasi kami bersungguh-sungguh mengelola pesantren.

USTAZ M TOWIL AKHIARUDIN

 

Guru Pesantren an-Nur Darunnajah 8 Cidokom

 

Saat mengabdi di pondok pesantren Al Hasanah Darunnajah 9 Pamulang Tangerang Selatan, sering kali mendapati teguran mantan ketua Yayasan Darunnajah KH Saifuddin Arif (Kiai Andin) yang sangat sederhana kepada kami guru-guru. Khususnya saya.

"Ustaz Towil, lampu kenapa belum dimatikan? Matikan!" Begitu Kiai Andin menegur kami.

Teguran itu biasa dilakukan pada pagi hari saat beliau keliling. Atau setelah mengurusi tanaman. Salah satu hobi Kiai Andin adalah memelihara tanaman, pepohonan. Beliau ahli di bidang tersebut.

Bahkan di pesantren An Nur Darunnajah 8 Cidokom Gunungsindur Bogor, saat Kiai Andin berkunjung, lalu didapati lampu masih menyala di pagi hari, teguran itu pun mendarat ke telinga kami.

Mematikan lampu di pagi hari. Sederhana namun tidak dapat disederhanakan. Sepele yang tidak bisa disepelekan.

Apalagi di dunia pesantren. Yang jumlah lampunya bisa puluhan. Atau mungkin ratusan. Tergantung besar kecilnya pesantren tersebut.

Maka masalah mematikan lampu di pagi hari ini bisa menjadi masalah serius. Harus mendapat porsi perhatian yang ekstra.

Kenapa demikian?

Lampu biasa kita gunakan untuk penerangan di malam hari. Lampu agar dapat menyala memerlukan listrik. Sedangkan listrik itu tidaklah gratis. Maka berapa rupiah yang harus dikeluarkan untuk membayar listrik?

Misal di pesantren ada 100 lampu. Masing-masing lampu berdaya 14 watt. Maka total daya untuk 100 lampu adalah 1400 watt. Durasi pemakaiannya dalam sehari kisaran 12 Jam, dimulai dari jam 18:00 sore sampai jam 6:00 pagi. 

Jadi total pemakaian listrik selama satu jam adalah 12 jam dikalikan 1400 watt, 12 x 1400 = 16800 watt jam, atau nilai kWh nya setara dengan 16800/1000 = 16,8 kWh. Total pemakaian perbulan adalah 16,8 KWH x 30 hari = 504 kWh. Per KWH senilai Rp.1450. Maka uang yang harus disiapkan untuk listrik 100 lampu berdaya 14 watt dalam sebulan adalah Rp.730.800.

Bayangkan jika jumlah lampu lebih dari 100. Jika daya lebih dari 14 watt. Jika durasi pemakaian lebih dari 12 jam.

Sedangkan lampu digunakan tidak hanya untuk sebulan. Tidak juga setahun. Namun selama pesantren masih ada, maka masih menggunakan lampu sebagai penerangan di malam hari.

Maka dari itu, berhematlah!

Hemat sama dengan menghasilkan. Begitu yang biasa kami dengar dari Kiai Dedi. Putra pertama dari Kiai Andin.

Sedangkan menghasilkan adalah bagian dari memberi. Memberi lebih baik dari menerima. Memberi artinya tangan yang berada di atas. Menerima artinya tangan yang berada di bawah.

Memberi bermakna kaya. Karena hanya si kaya yang dapat memberi. Jadi hemat pangkal kaya.

Apalagi uang untuk membayar listrik adalah uang pondok. Pondoknya pondok wakaf. Bukan milik pribadi. Pondok amanat.

Demikian pesan tersirat yang hendak disampaikan Kiai Andin kepada kami adalah jangan boros. Walau hanya sebuah lampu. Berhematlah!

Sejak November 2018 Kiai Andin mengalami sakit yang membuatnya tak lagi bisa berjalan. Hingga akhirnya pada 13 November 2020, beliau mengembuskan nafas terakhirnya.

Sejak itu, hanya ada rindu mengingat petuah bijak yang pernah beliau utarakan. Kami hanya bisa merindu untuk dimarahinya. Darinya kami belajar menghargai pesantren, sungguh-sungguh mengelolanya, sehingga melahirkan generasi umat yang berkualitas membangun peradaban Islam kelak.

Kami sungguh kehilangan Kiai Andin, inspirasi Darunnajah, dan bangsa ini. Allahumma ighfir lahu warhamhu wa 'afihi wa'fu 'anhu.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat