Santri belajar menghafal Alquran di Masjid Baitussalihin, Banda Aceh, beberapa waktu lalu. Orang yang istihadhah memiliki kewajiban berbeda dari orang yang menjalani haid. | ANTARA FOTO

Fikih Muslimah

Ibadah yang Dibolehkan Bagi Muslimah yang Istihadhah

Orang yang istihadhah memiliki kewajiban berbeda dari orang yang menjalani haid.

 

Orang yang istihadhah memiliki kewajiban berbeda dari orang yang menjalani haid. Banyak kewajiban yang perlu diketahui bagi orang-orang yang mengalami istihadhah dalam menjalankan ritual ibadah.

Dalam buku Darah Istihadhah karya Isnawati dijelaskan mengenai kewajiban-kewajiban seorang Muslimah saat dalam kondisi isti hadhah. Yaitu, seorang Muslimah yang mengeluarkan darah istihadhah atau bukan darah nifas maupun darah haid, wajib baginya menjalankan shalat lima waktu. Tidak ada penghalang baginya untuk tidak mengerjakan shalat.

Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, "Darah haid adalah darah yang berwarna hitam yang telah dikenal (maklum untuk diketahui), jika dia keluar maka tinggalkanlah shalat. Tetapi jika selain itu, maka berwudhulah dan shalatlah karena itu hanya darah penyakit." (HR Daud dan ad-Daaruquthni).

Selanjutnya, seorang yang berada dalam kondisi istihadhah tetap wajib menjalankan puasa Ramadhan. Sama halnya seperti shalat lima waktu yang merupakan kewajiban, puasa Ramadhan pun wajib hukumnya bagi setiap umat Islam yang memenuhi syarat dalam menjalankannya. Bagi Muslimah yang istihadhah, berpuasa pada bulan Ramadhan masih wajib untuk dijalankan.

Tidak hanya itu, puasa qadha atas hari-hari yang ditinggalkan di bulan Ramadhan pun tetap sah jika dikerjakan. Tak hanya dua ritual ibadah itu saja, bagi Muslimah yang istihadhah juga diperbolehkan untuk melaksanakan tawaf dan sa'i.

Melaksanakan tawaf dan sa'i sejatinya disyaratkan bagi seseorang yang dalam kondisi suci dari hadas kecil maupun hadas besar. Orang yang mengalami istihadhah tidak tergolong dalam kondisi berhadas, sebab darah istihadhah bukanlah hadas besar melainkan hanya hadas kecil. Diperbolehkan baginya untuk bertawaf dan bersa'i.

 
Orang yang mengalami istihadhah tidak tergolong dalam kondisi berhadas, sebab darah istihadhah bukanlah hadas besar melainkan hanya hadas kecil.
 
 

Apabila seorang Muslimah dalam kondisi tersebut hendak melakukan tawaf maupun sa'i, cukup baginya untuk mencuci kemaluannya (istinja) untuk membersihkan darah yang keluar lalu menyumbatnya dengan pembalut. Setelah itu, ia boleh berwudhu dan dipersilakan mengerjakan tawaf dan sai.

Selanjutnya, orang yang dalam kondisi istihadhah diperbolehkan menyentuh mushaf Alquran. Hal ini sebagaimana pendapat dari jumhur (mayoritas) ulama. Tentunya setelah yang bersangkutan seusai melaksanakan wudhu sebelum menyentuh mushaf.

Tak hanya itu, orang yang istihadhah juga diperbolehkan melafazkan Alquran. Asalkan yang bersangkutan telah membersihkan dirinya dari noda darah yang sekiranya mengotori tubuhnya. Orang yang istihadhah juga diperbolehkan memasuki masjid dengan kesucian alias bersih.

Meski diperbolehkan memasuki masjid, yang bersangkutan dilarang untuk mengotori masjid dengan darah yang menetes keluar (baik sengaja maupun tidak sengaja). Maka alangkah baiknya bagi wanita yang istihadhah untuk selalu berjaga-jaga dan waspada dengan selalu mengecek pembersihan darah di saat kesempatan yang memungkinkan.

 
Maka alangkah baiknya bagi wanita yang istihadhah untuk selalu berjaga-jaga dan waspada dengan selalu mengecek.
 
 

Selanjutnya, diperbolehkan juga bagi seorang Muslimah yang mengeluarkan darah istihadhah untuk melakukan hubungan intim dengan suami. Hal ini merupakan pendapat dari jumhur ulama sebab tak ada satu pun dalil yang mengharamkannya.

Terakhir, wanita yang dalam kondisi istihadhah diperbolehkan untuk diceraikan, berbeda halnya dalam kondisi yang lain. Berbeda dari wanita yang sedang haid, wanita yang istihadhah boleh diceraikan dan tidak berdosa bagi suaminya untuk menceraikannya.

Beristinja

Apabila seorang yang istihadhah hendak melaksanakan shalat, diwajibkan baginya untuk membersihkan diri dari najis atau darahnya. Caranya adalah dengan beristinja, yakni membersihkan kemaluannya dari bekas darah. Jika pakaiannya terkena darah, dia harus mencuci dan menggantinya.

Darah ini disejajarkan dengan orang yang membuang air kecil atau air besar, tentu sesuai dengan menunaikan hajatnya. Yaitu ada kewajiban untuk beristinja, yakni mencuci dan membersihkan bekas darah yang barangkali masih tersisa.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat