Petani memanen padi di desa Mekar Sari, Lebak, Banten, Rabu (4/11). | ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas

Opini

La Nina dan Produksi Padi

La Nina memungkinkan menambah luas tanam padi di daerah lahan kering dan tadah hujan yang masih sangat luas.

 

KHUDORI, Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Anggota Kelompok Kerja Dewan Ketahanan Pangan (2010-sekarang)

Jauh-jauh hari, BMKG memperingatkan semua pihak untuk mewaspadai La Nina. Anomali cuaca ini ditandai dengan intensitas hujan yang tinggi dari biasanya.

Sejak bulan lalu, La Nina intensitas rendah diperkirakan bakal berlangsung hingga April 2021. Kali ini, intensitas hujan diperkirakan 20-40 persen lebih tinggi dari kondisi normal.

Di satu sisi, La Nina berpotensi merugikan karena terkait dengan bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang atau angin beliung. Di sisi lain, La Nina adalah peluang dan berkah bagi sektor pertanian.

Peluang dan berkah bila potensi ketersediaan air, yang lebih besar dari biasanya itu dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Sebaliknya, La Nina juga berubah menjadi bencana bila tidak dimitigasi dengan baik.

 
Karena durasi La Nina cukup panjang, para pemangku kepentingan sektor pertanian perlu duduk bersama merumuskan langkah mitigasi untuk jadi pegangan tindak di lapangan. 
 
 

Karena durasi La Nina cukup panjang, para pemangku kepentingan sektor pertanian perlu duduk bersama merumuskan langkah mitigasi untuk jadi pegangan tindak di lapangan. Terutama mengamankan produksi beras tahun 2021.

Bulan lalu, BPS melaporkan, produksi padi tahun ini diperkirakan mencapai 55,16 juta ton gabah kering giling (GKG) atau setara 31,63 juta ton beras. Produksi ini lebih tinggi 1,02 persen dari 2019.

Produksi meningkat karena ada peningkatan luas panen 108.930 hektare (ha) atau naik 1,02 persen menjadi 10,79 juta hektare. Sebaliknya, produktivitas padi relatif sama dengan 2019, yakni 5,1 ton/hektare.

Selain semangat 13,1 juta keluarga petani padi, hasil ini tak lepas dari peran Kementan yang intens mendampingi di lapangan. Ini tentu patut disyukuri. Di tengah pandemi Covid-19 sektor pertanian menjadi bantalan saat banyak sektor ekonomi lain terpuruk.

Peningkatan produksi padi otomatis bakal menambah pasokan beras hingga akhir tahun. Dikurangi konsumsi sebesar 30,19 juta ton, tahun ini surplus 1,44 juta ton beras. Surplus makin besar, mencapai 7,32 juta ton jika ditambah akumulasi surplus tahun 2019.

Beras ini tersebar di rumah tangga, petani, pedagang, penggilingan, dan anggota masyarakat lain, termasuk di Bulog 1,3 juta ton. Capaian ini, di satu sisi, memastikan produksi beras lebih dari cukup, bahkan berlebih. Artinya, Indonesia tidak perlu impor beras tahun ini.

 
Bantuan pengering akan membantu petani menyiasati ketiadaan terik sinar matahari yang maksimal.
 
 

Di sisi lain, capaian ini juga telah mematahkan kekhawatiran banyak pihak pada awal tahun, termasuk penulis, bahwa ada potensi krisis beras pada akhir 2020. Indonesia memang diuntungkan oleh kemarau basah sejak Juni lalu.

Meskipun kemarau, di sejumlah daerah sentra produksi pangan masih tetap bisa berproduksi. Ini jadi penjelas lain mengapa ada surplus beras. Pertanyaannya, bagaimana memanfaatkan La Nina sebagai peluang dan berkah?

Pertama, November-Desember 2020, masih ada panen padi sekitar 0,91 juta hektare. Harus dipastikan, panen pada musim paceklik ini tidak gagal karena La Nina, baik karena banjir maupun longsor. Hujan intensitas tinggi juga membuat proses pengeringan padi tak optimal.

Bantuan pengering akan membantu petani menyiasati ketiadaan terik sinar matahari yang maksimal. Pada saat yang sama, penyelamatan dan pemeliharaan tanaman yang masih ada di lapangan, perlu dikawal ketat agar tidak gagal panen.

Kedua, pemerintah harus memastikan ketersediaan input produksi, terutama bibit dan pupuk pada musim tanam hingga akhir 2020. Ini akan membuat jadwal tanam berlangsung sesuai rencana.

Lebih dari itu, La Nina memungkinkan menambah luas tanam padi di daerah lahan kering dan tadah hujan yang masih sangat luas. Ini potensial menambah luas tanam dan produksi padi 2021. Namun, potensi ini terjadi apabila dibarengi ketersediaan input memadai.

 
Momentum ini bisa dimanfaatkan untuk membangun sistem perbenihan terstruktur berbasis sumber daya lokal, tahan aneka cemakan, dan berproduktivitas tinggi.
 
 

Penambahan nilai subsidi pupuk Rp 3 triliun tahun ini, cukup membantu petani meskipun dari total kebutuhan belum menjawab keseluruhan.

Data historis menunjukkan, La Nina kuat pada 2010/2011 menyebabkan curah hujan tinggi hampir sepanjang tahun dan berbuah banjir yang merusak lahan persawahan, mencapai 8,1 persen dari rata-rata luas tanam nasional (13.500.000 hektare/tahun).

Tahun itu, banyak wilayah di Indonesia mengalami ‘tahun tanpa musim kemarau’. Sebaliknya, La Nina lemah hingga sedang pada 2018, berbuah berkah. Produksi padi 2018, yang tertinggi tiga tahun terakhir.

Angka sementara produksi padi 2020 sebesar 55,16 juta ton, lebih rendah 7,22 persen dari produksi 2018 yang mencapai 59,20 juta ton. Ketiga, menyediakan dan mendorong petani menanam benih unggul padi tahan rendaman.

La Nina, menurut BMKG, berulang dua hingga delapan tahun sekali. Momentum ini bisa dimanfaatkan untuk membangun sistem perbenihan terstruktur berbasis sumber daya lokal, tahan aneka cemakan, dan berproduktivitas tinggi.

Keempat, memastikan semua infrastruktur yang mengalirkan air, baik sungai, bendungan, drainase, kanal banjir, maupun jaringan irigasi, berfungsi baik. Ini untuk memastikan volume hujan yang lebih tinggi bisa dialirkan dan mengisi air tanah secara baik.

Terakhir, memastikan petani ikut asuransi pertanian, bila gagal panen mereka tak terlalu menderita. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat