Sejumlah massa dari elemen buruh berunjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di depan kawasan Patung Arjunawiwaha atau Patung Kuda, Jakarta, Senin (2/11). | ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Tajuk

Babak Baru UU Ciptaker

Babak baru UU Ciptaker kemungkinan akan banyak berlanjut di MK.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) sudah ditandatangani Presiden Jokowi pada 2 November. UU tersebut diresmikan pada tanggal  yang sama.

Kendati demikian, kontroversi UU Ciptaker tak berhenti dengan pengundangannya. Naskah UU Cipta Kerja yang terkini terdiri atas 1.187 halaman. Jumlah halaman ini berbeda dengan jumlah halaman draf usulan pada Februari lalu (1.028 halaman), draf selepas pengesahan DPR pada 5 Oktober lalu (905 halaman), draf yang diserahkan ke Presiden pada 12 Oktober (812 halaman), ataupun versi perbaikan Kementerian Sekretariat Negara pada 14 Oktober (1.128 halaman).

Sejak naskah usulan awal berbagai revisi, perbaikan salah ketikan, dan materi undang-undang telah dilakukan. Meski begitu, masih ditemukan juga sejumlah kekeliruan dalam naskah final yang diteken Presiden.

 
Sejak naskah usulan awal berbagai revisi, perbaikan salah ketikan, dan materi undang-undang telah dilakukan.
 
 

Diantaranya, pada halaman 6, Pasal 6 yang mengacu pada Pasal 5 ayat (1) huruf a, sedangkan Pasal 5 tak punya ayat sama sekali. Selain itu, ada juga kesalahan pada Pasal 53 di halaman 757. Pasal 53 ayat (5) yang seharusnya mengacu pada ayat (4) malah mengacu pada ayat (3).

Kekeliruan itu menambah panjang kontroversi UU Ciptaker. Yang dipermasalahkan bukan hanya materinya, melainkan juga hal-hal yang seharusnya tidak boleh terjadi dalam pembuatan UU. Bukankah sebelum diserahkan ke Presiden, RUU Ciptaker sudah final dibahas di DPR? Bukankah pemerintah sudah melakukan review sebelum RUU diundangkan? Mengapa masih terjadi kekeliruan?

Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengakui adanya  sejumlah kesalahan yang ditemukan di dalam UU Cipta Kerja. Menurut dia, hal itu merupakan masalah teknis administratif.  Pratikno mengatakan, kekeliruan tersebut telah disampaikan kepada Sekretariat Jenderal DPR untuk disepakati perbaikannya.

Anggota Baleg DPR dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan,  mempertanyakan kejanggalan dalam UU Ciptaker tersebut. Ia mengeklaim, tidak ada kesalahan serupa dalam naskah UU Cipta Kerja yang diperiksa Fraksi PDIP di DPR dalam Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin), yang kemudian diserahkan ke pemerintah.

Lalu, jika memang terjadi kesalahan dan revisi, bagaimana nasib UU Cipta Kerja? Apakah tetap berlaku dengan sejumlah kesalahannya, atau perlu ada perppu untuk menggantikannya?

Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti mengatakan, undang-undang tidak bisa diubah begitu saja. Menurut dia, kesalahan redaksional dalam UU Cipta Kerja, membuat pasal tersebut tak berlaku.

Ini persoalan serius yang mesti diselesaikan. UU Ciptaker memerlukan banyak aturan turunan sebagai panduan pelaksanaan UU tersebut. Tak mungkin peraturan pelaksanaan bisa dibuat jika UU-nya masih bermasalah.

Kalangan penolak UU Ciptaker sudah bersiap-siap menyambut UU itu dengan langkah lanjutan. Kemarin, kalangan buruh sudah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.   

Babak baru UU Ciptaker kemungkinan akan banyak berlanjut di MK. Tapi, persoalan kontroversi UU Ciptaker masih akan menjadi pembahasan, terutama soal kekeliruan-kekeliruan itu. Kok bisa?

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat