Pembeli membawa cabai di Pasar Senen, Jakarta, Senin (2/11). | ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Ekonomi

BPS: Daya Beli Belum Pulih

Fenomena inflasi tersebut belum menunjukkan adanya pemulihan daya beli masyarakat.

JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi pada Oktober 2020 mencapai 0,07 persen. Ini menjadi inflasi bulan ke bulan pertama setelah Indonesia mengalami deflasi selama tiga bulan berturut-turut sepanjang Juli hingga September. Meski begitu, fenomena inflasi tersebut belum menunjukkan adanya pemulihan daya beli masyarakat.

Tingkat inflasi inti pada bulan lalu hanya mencapai 0,04 persen. Realisasi ini turun signifikan dibandingkan beberapa bulan terakhir, seperti Agustus dan September yang masing-masing berada di level 0,29 persen dan 0,13 persen.

Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, inflasi inti kerap digunakan sebagai indikator daya beli masyarakat secara keseluruhan. "Secara umum, saya menyimpulkan, inflasi inti menunjukkan bahwa daya beli belum pulih," tuturnya dalam konferensi pers secara virtual, Senin (2/11).

Rendahnya inflasi inti tidak hanya terjadi pada bulan lalu. Pada Juni, tingkat inflasi inti bahkan sempat mencapai 0,02 persen yang sekaligus menjadi level terendah sepanjang tahun ini.  

Meski demikian, Suhariyanto menjelaskan, penyebab inflasi inti yang rendah ini bukan semata-mata karena kemampuan konsumsi masyarakat. Karakteristik dan perilaku kelompok rumah tangga yang berbeda-beda pada masa pandemi Covid-19 menjadi faktornya.

photo
Pedagang merapikan kentang di Pasar Senen, Jakarta, Senin (2/11). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat selama Oktober 2020 terjadi inflasi sebesar 0,07 persen - (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Suhariyanto menuturkan, 40 persen lapisan masyarakat terbawah memang mengalami penurunan daya beli. Sebagian di antara mereka harus terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) maupun dirumahkan akibat tekanan ekonomi di tengah pandemi. "Mereka mengalami penurunan upah, sehingga daya belinya pun menunjukkan penurunan," ucapnya.

Di sisi lain, Suhariyanto menambahkan, masyarakat menengah ke atas cenderung menahan konsumsi. Mereka memilih menabung atau berinvestasi untuk menghadapi ketidakpastian yang masih tinggi. Langkah ini turut memberikan andil pada penurunan inflasi inti.

Sementara itu, kenaikan harga bawang merah dan cabai merah menjadi faktor utama terjadinya inflasi Oktober. Gejolak harga komponen bahan makanan ini patut diwaspadai mengingat curah hujan yang masih tinggi hingga akhir tahun sebagai dampak La Nina. "Untuk sayuran, harus berhati-hati. Kalau tidak, akan terjadi fluktuasi harga seperti cabai merah dan bawang merah," kata Suhariyanto.

Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Nailul Huda menjelaskan, inflasi yang terjadi pada bulan lalu tidak memberikan gambaran penuh terhadap daya beli masyarakat. Inflasi lebih banyak dikarenakan gejolak harga komoditas pangan.

Huda mengatakan, tren kenaikan harga barang pangan ini harus diantisipasi oleh pemerintah. Sebab, curah hujan selama dua bulan ke depan diperkirakan semakin tinggi yang akan berdampak pada produksi dan ketersediaan di pasaran. "Kita patut waspada ada kenaikan beberapa komoditas harga bergejolak," ujarnya.

Secara tahunan, Huda menilai, tingkat inflasi tidak akan mampu meningkat secara signifikan. Ia memproyeksikan, laju inflasi sampai akhir tahun hanya akan mencapai level dua persen. Dua bulan terakhir di tahun ini tidak akan menolong banyak angka inflasi karena faktor cuaca dan penurunan daya beli masyarakat.

Di luar pandemi Covid-19, Huda menjelaskan, tingkat inflasi pada November dan Desember relatif tinggi. Hal ini dikarenakan ada peningkatan permintaan barang seiring dengan pemberian bonus tahunan dan beberapa perayaan seperti Hari Raya Natal dan Tahun Baru.

Tapi, pada masa pandemi saat ini, pendapatan masyarakat terganggu karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ataupun produksi perusahaan yang berkurang. "Jadi, kemungkinan besar Desember terjadi inflasi, namun November masih tergantung cuaca," ujar Huda.

photo
Pekerja beraktivitas di konveksi baju di kawasan Tanjung Barat, Jakarta, Jumat (23/10). Industri konveksi tersebut mengalami penurunan omzet mencapai 70 persen saat pandemi Covid-19. - (Republika/Thoudy Badai)

Data PMI Manufaktur Indonesia juga menunjukkan tingkat produksi dan permintaan belum pulih. IHS Markit mengumumkan, PMI Manufaktur Indonesia sedikit naik dari posisi 47,2 pada September 2020 ke 47,8 pada Oktober 2020. Namun, dengan posisi yang masih di bawah 50, artinya manufaktur Indonesia belum melakukan ekspansi.

“Dampak pelonggaran PSBB pada pertengahan Oktober hanya akan terlihat pada November namun ketidakpastian berlangsungnya pandemi ini dan juga ketiadaan vaksin yang efektif dapat menahan permintaan dan aktivitas ekonomi tetap lesu pada bulan-bulan ke depan,” ujar Kepala Ekonom IHS Markit Bernard Aw.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat