Tangkapan layar Forum Group Discussion bertemakan | Republika/nur hasan murtiaji

Nasional

Mahasiswa Terdampak Covid Perlu Dukungan

Beasiswa SPP ini sangat dibutuhkan mahasiswa yang terdampak Covid.

 

 

YOGYAKARTA—Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di DIY berharap beasiswa Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) pemerintah pusat tidak berakhir hanya pada semester ganjil tahun ajaran 2020/2021. Universitas Islam Indonesia (UII) misalnya, meminta beasiswa ini dilanjutkan hingga 2021 mendatang.

Kepala Bidang Humas UII, Ratna Permata Sari mengatakan, banyak mahasiswanya yang tidak sanggup membayar SPP akibat terdampak Covid-19. Sehingga, beasiswa SPP ini sangat dibutuhkan mahasiswa terdampak. Terlebih, pandemi Covid-19 belum dapat dipastikan akan berakhir. Walaupun begitu, beasiswa tersebut nantinya diharapkan lebih besar dari yang sudah diberikan di semester ganjil tahun ajaran 2020/2021.

“Kami banyak mendapatkan berita ada masalah belum bayar SPP. Ketika pemerintah memberikan bantuan beasiswa kepada ribuan mahasiswa, kami berharap program itu masih ada di semester ke depan dan angkanya lebih besar," kata Ratna dalam Focus Group Discussion yang digelar Republika bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) secara virtual, Sabtu (31/10).

Ratna menjelaskan, pandemi Covid-19 berdampak terhadap hampir semua sektor. Termasuk dalam proses pembelajaran di lingkungan kampus yang sebagian besarnya harus dialihkan menjadi daring. Walaupun begitu, pihaknya juga tetap menjaga kualitas pembelajaran di tengah pandemi Covid-19. Begitu pun dengan penelitian dosen-dosen yang terus didorong.

Pihaknya pun secara signifikan untuk memberikan hibah kepada dosen untuk menghasilkan konten pembelajaran daring. Melalui hibah ini, konten pembelajaran yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi lebih menarik dan tidak membosankan bagi mahasiswa. "Hibah itu diberikan kepada dosen yang lebih muda, semacam mengajarkan membuat konten yang lebih millennial," jelas Ratna.

photo
Para pembicara dalam Forum Group Discussion bertemakan Kuliah di Era Pandemi yang digelar Republika bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) secara virtual, Sabtu (31/10).. - (Republika)

Bantuan beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) dinilai belum menyentuh seluruh mahasiswa. Direktur Kehumasan dan Urusan Internasional Universitas Amikom Yogyakarta, Erik Hadi Saputra mengatakan, masih banyak mahasiswa terdampak Covid-19 yang belum mendapatkan beasiswa ini.

"Pemerintah sudah memberikan beasiswa KIP, walaupun belum menyeluruh," kata Erik dalam kesempatan yang sama. Erik berharap, program beasiswa ini dapat dilanjutkan pada 2021.

Sebab, di tengah pandemi Covid-19 saat ini banyak mahasiswa yang tidak mampu untuk membayar Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP). "Kita sepakat (program beasiswa) harus dilanjutkan, karena kondisi (penyebaran Covid-19) ke depan kita tidak tahu (kapan berakhir)," ujarnya.

Ketua BEM Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Bayu Septian juga menyebut, beasiswa tersebut belum memenuhi kebutuhan mahasiswa. "Sebelum pandemi masih mencukupi untuk membayar kuliah, tapi pada saat pandemi banyak penghasilan orang tua yang turun. Sedangkan banyak yang jadi tanggungan selain membayar uang kuliah," kata Bayu.

Sekretaris Majelis Diktilitbang Muhammadiyah, Muhammad Sayuti mengatakan, masih ada perguruan tinggi di Indonesia yang kewalahan dalam pembelajaran daring di masa pandemi ini. Bahkan, ketersediaan infrastruktur dalam menunjang blended learning di Indonesia juga belum maksimal.

"Disparitas infrastruktur teknologi di Indonesia sangat senjang. Saat saya S2 di Australia tahun 2008, sudah blended learning, kesenjangannya 12 tahun. Sementara kita di 2020 ini terpental pental melaksanakan itu," katanya.

Sayuti menjelaskan, Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) sendiri telah menyediakan fasilitas untuk menunjang pembelajaran secara daring. Bahkan, ada anggaran yang dihentikan dan dialihkan untuk memperbaiki fasilitas internet guna memudahkan mahasiswa untuk mengakses pembelajaran daring.

Namun, masih ada kendala yang ditemukan oleh pihaknya. Yaitu ada beberapa mahasiswa yang masih belum dapat menjangkau akses internet di daerah tempat tinggalnya.

Hal ini tentunya dapat menghambat proses pembelajaran. Untuk itu, ketersediaan sarana dan prasarana untuk menunjang pembelajaran daring ini perlu disiapkan, baik itu pemerintah maupun provider yang menyediakan layanan akses internet.

"Ada kekagetan teknologi dan jaringan yang dialami mahasiswa. kita siapkan LMS (Learning Management System), tapi saat sudah disiapkan dengan baik, mahasiswa tidak punya akses internet," ujarnya.

Kepala Pusat Inovasi dan Kajian Akademik UGM, Hatma Suryatmojo, mengatakan wajah kegiatan belajar mengajar di lingkungan pendidikan tinggi ke depannya akan dilakukan dengan metode blended learning.

Saat ini, metode blended learning sudah diterapkan dalam kegiatan perkuliahan. Terlebih saat pandemi Covid-19 ini yang memaksa sistem pembelajaran dilakukan dilakukan secara daring.

"Dukungan kebijakan termasuk regulasi dan implementasinya dalam mendukung blended learning perlu disiapkan pemerintah dengan baik," kata Hatma dalam acara yang sama.

Ia berharap, regulasi blended learning ini dapat segera disiapkan. Hal ini mengingat kebutuhan kegiatan perkuliahan yang cukup besar akan blended learning, yang mana memadukan antara kegiatan perkuliahan secara konvensional dengan daring.

"Mudah-mudahan tahun ini (sudah ada regulasi). Sehingga tahun depan bisa bergerak ke arah sana (blended learning)," ujarnya.

Untuk mendukung blended learning ini, sarana dan prasarana menjadi hal yang harus diperhatikan. Sebab, ketersediaan akses internet belum merata di seluruh daerah di Indonesia.

Terutama di daerah 3T atau daerah tertinggal, terdepan dan terluar di Indonesia. Menurutnya, sekitar 130 kabupaten kota di Indonesia yang termasuk dalam daerah 3T dan tidak tersentuh akses internet.

"150 ribu mahasiswa tidak memiliki akses terhadap internet, termasuk akses terhadap gadget. Ini permasalahan besar yang harus dilakukan dan diatasi," jelasnya.

Rekonstruksi kurikulum

Pengamat pendidikan Prof Rochmat Wahab perlunya rekonstruksi kurikulum pendidikan tinggi. Hal ini dilakukan guna menjawab tantangan perkembangan teknologi yang terus terjadi.

Menurutnya, kurikulum pendidikan tinggi saat ini masih konvensional. Dalam artian, rekonstruksi kurikulum yaitu berbasis teknologi informasi.

"Rekonstruksi kurikulum tanpa mengurangi tujuan tujuan kurikuler. Sebenarnya, bagaimana kurikulum yang konvensional direkonstruksi, disesuaikan dengan kondisi sekarang," katanya dalam forum yang sama.

Menurut Wahab, perguruan tinggi perlu memodifikasi kurikulum dengan menghadirkan materi inti dan materi pilihan.Materi tersebut diperlukan untuk membekali mahasiswa agar siap saat terjun ke dunia bisnis.

"Menyiapkan materi lebih dari satu pilihan jauh lebih bagus. Sehingga, mahasiswa yang diberikan materi itu, diharapkan entrepreneurship-nya jalan," ujar Wahab.

Terlebih, pandemi Covid-19 memaksa proses perkuliahan dilakukan secara daring. Untuk itu, evaluasi terhadap kurikulum saat ini perlu dilakukan, baik itu pemerintah maupun perguruan tinggi.

Walaupun begitu, ia berpendapat setidaknya sistem perkuliahan dilakukan dengan metode blended learning. Yaitu menggabungkan antara sistem perkuliahan konvensional dan sistem daring atau berbasis teknologi informasi.

Wahab menyebut, metode tersebut jauh lebih efisien. Bahkan, blended learning ini dianggap lebih efektif dibandingkan hanya dengan sistem konvensional.

"Dalam memanfaatkan era teknologi informasi, semuanya sepakat blended learning yang terbaik Di satu sisi mengefisiensikan proses pembelajaran, transfer pembelajaran paling komprehensif, bahkan lebih canggih," jelasnya.

Selain itu, kata Wahab, membekali mahasiswa dengan nilai juga penting dilakukan, baik itu dibekali dengan nilai kebangsaan maupun nilai agama. "Ini penting untuk tetap menjadi manusia berguna. Jangan sampai lulusan perguruan tinggi menjadi sekuler dan tidak kenal nilai. Semua perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, harus tetap mengedepankan nilai dan menjadi bekal penting bagi mahasiswa," katanya.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat