Tersangka Nurhadi (kiri) berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jakarta, Kamis (17/9). | MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA FOTO

Nasional

KPK Tangkap Penyuap Nurhadi

Penyuap mantan sekretaris MA Nurhadi itu menjalani isolasi mandiri di Rutan KPK.

JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya berhasil menangkap buronan kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) Hiendra Soenjoto (HSO). Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) itu ditangkap di kawasan Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan, setelah sembilan bulan menjadi buron.

"Benar penyidik KPK hari ini berhasil menangkap DPO KPK atas nama tersangka HSO dalam perkara tipikor dugaan suap pengurusan perkara MA tahun 2011-2016," ujar Plt Jubir KPK Ali Fikri dalam pesan singkatnya, Kamis (29/10).

Ali mengatakan, saat ini Hiendra sudah berada di gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan intensif bersama tim penyidik. "Saat ini yang bersangkutan sudah berada di kantor KPK dan masih dalam pemeriksaan tim penyidik KPK," ujarnya.

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menuturkan, KPK langsung menahan Hiendra Soenjoto seusai ditangkap. "Tersangka akan ditahan selama 20 hari sejak hari ini hingga 7 November 2020 di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur," ujar Lili, di gedung KPK Jakarta, Kamis (29/10).

Sesuai dengan protokol kesehatan, sebelum menjalani penahanan, penyuap mantan sekretaris MA Nurhadi itu terlebih dahulu menjalani isolasi mandiri di Rutan KPK kavling C1. "Demi mencegah penyebaran Covid-19, tersangka terlebih dahulu melakukan isolasi mandiri selama 14 hari," kata Lili.

Lili menjelaskan kronologi tertangkapnya penyuap Nurhadi. Berdasarkan informasi yang didapat, Hiendra diketahui berada di salah satu apartemen di kawasan BSD Tangerang, Banten. Setelah mendapatkan informasi tersebut, pada Rabu (28/10), tim melakukan pemantauan dan melihat Hiendra masuk ke lokasi apartemen yang dihuni oleh temannya sekitar pukul 15.30 WIB.

photo
Tersangka kasus dugaan suap gratifikasi senilai Rp46 miliar, Nurhadi menghindari wartawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (2/6). KPK menangkap Nurhadi yang merupakan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) dan menantunya, Riezky Herbiyono di Simprug, Jakarta Selatan pada Senin (1/6) malam setelah buron sejak hampir empat bulan lalu. - (ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA)

"Atas informasi tersebut, penyidik KPK berkoordinasi dengan pihak pengelola apartemen dan petugas security mengintai dan menunggu kesempatan agar bisa masuk ke unit salah satu apartemen dimaksud," kata Lili. 

Kemudian pada Kamis (29/10) sekitar pukul 08.00 WIB, ketika teman Hiendra ingin mengambil barang di kendaraannya, tim langsung mengikuti teman Hiendra dan menangkap Hiendra. "Dengan dilengkapi surat perintah penangkapan dan penggeledahan, penyidik KPK dengan disaksikan pengelola apartemen, petugas security apartemen dan polisi, langsung masuk dan menangkap Hiendra," ujar Lili.

KPK menyangka Hiendra memberikan uang untuk sejumlah kasus perdata yang melibatkan perusahaannya bersama dengan mantan sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi, dan menantunya, Rezky Herbiyono. Tercatat ada tiga perkara sumber suap dan gratifikasi Nurhadi.

Pertama, perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, kedua sengketa saham di PT MIT, dan ketiga gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.

Diketahui Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu. Cek itu diterima saat mengurus perkara PT MIT vs PT KBN. Hiendra, Nurhadi, dan Rezky Herbiyono telah dimasukkan dalam status DPO karena tak kooperatif dalam pemanggilan KPK.

Nurhadi dan menantunya telah terlebih dahulu ditangkap tim KPK di salah satu kediaman di Jakarta Selatan, Senin (1/6) lalu. Penyidikan perkara ini telah dilakukan sejak 6 Desember 2019 dan untuk kepentingan penyidikan para tersangka sudah dicegah ke luar negeri sejak 12 Desember 2019. Untuk Nurhadi dan menantunya saat ini dalam proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Keduanya didakwa menerima suap Rp 45,726 miliar dari Hiendra terkait pengurusan dua gugatan hukum. Selain itu, keduanya juga didakwa menerima gratifikasi senilai Rp 37,287 miliar pada periode 2014-2017. Nurhadi bahkan telah mengajukan praperadilan dan telah ditolak oleh hakim PN Jakarta Selatan pada 21 Januari 2020.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat