Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar. | MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA FOTÓANTARA FOTO

Opini

Desa Ramah Perempuan

Perempuan desa juga perlu ikut lembaga kemasyarakatan desa agar cepat memahami perkembangan desa.

A HALIM ISKANDAR, Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi 

Sungguh mengharukan mendapati beragam kasus perempuan di desa. Sebagian kasus bersifat struktural sehingga penyelesaiannya perlu kebijakan menyeluruh. Kasus yang bersifat pribadi, perlu ditelusuri lebih dalam sehingga lebih cocok ditangani di lingkungan setempat, mulai dari RT, RW, desa, hingga antardesa.

Untuk itu, dipraktikkan penguatan partisipasi perempuan di desa. Ini pekerjaan holistis yang terbungkus dalam ruang besar tujuan pembangunan desa berkelanjutan, yang lebih dikenal dengan SDGs Desa.

Kasus struktural

Penempatan perempuan pada posisi merugikan bersifat struktural, apalagi jika dibandingkan upaya perempuan dengan hasilnya. Angka partisipasi kasar perempuan bersekolah di SMA, SMK, atau sederajat sebenarnya sudah setara laki-laki, bahkan sedikit lebih tinggi.

 
Namun saat meniti pekerjaan, perempuan tertinggal jauh. Pada 2017, hanya 26,63 persen jabatan manajer yang diduduki perempuan. 
 
 

 

Pada 2015, sebanyak 79,77 persen perempuan usia 17-19 tahun bersekolah menengah atas dan naik menjadi 81,29 persen pada 2016. Partisipasi laki-laki hanya 76,40 persen pada 2015, melonjak menjadi 80,51 persen pada 2016.

Namun saat meniti pekerjaan, perempuan tertinggal jauh. Pada 2017, hanya 26,63 persen jabatan manajer yang diduduki perempuan. Persentasenya terus naik, tetapi hanya sampai 30,63 persen pada 2019.

Kondisi tak banyak berbeda pada posisi politik. Pada 2009, hanya 17,86 persen perempuan duduk di kursi DPR, bahkan menjadi 17,32 persen pada 2014. Perempuan di DPRD  26,52 persen pada 2009 dan  turun jadi 25,76 persen pada 2014.

Kesulitan struktural perempuan dalam pekerjaan dan politik, bahkan ditimpali kasus kekerasan. Pada 2018, sebanyak 10,7 persen perempuan berusia 18-24 tahun di desa mengalami pemerkosaan, sedangkan di kota, 9,8 persen. Diskriminasi ini harus diputus.

SDGs Desa nomor 5

Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi menyusun kebijakan untuk membangun 74.953 desa secara struktural, total, dan berkelanjutan. Seluruh aspek itu terbungkus dalam SDGs Desa dan seluruh warga desa harus menjadi pemanfaatnya.

Tujuan berturut-turut SDGs Desa dari nomor 1 sampai 17 ialah mewujudkan desa tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, layak air bersih dan sanitasi, berenergi bersih dan terbarukan, infrastruktur dan inovasi sesuai kebutuhan.

Warganya sehat dan sejahtera, menerima pendidikan berkualitas, perempuan berpartisipasi, menumbuhkan ekonomi merata, konsumsi dan produksi sadar lingkungan.

Tinggal di permukiman yang aman dan nyaman, tanggap perubahan iklim, peduli lingkungan laut dan darat, damai berkeadilan, bermitra membangun desa. Dilengkapi tujuan khas SDGs Desa ke-18, yaitu kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif.

SDGs Desa yang kelima ialah keterlibatan perempuan desa. Targetnya, meliputi penyusunan peraturan desa yang responsif gender guna mendukung pemberdayaan perempuan, serta menjamin perempuan mendapatkan pelayanan, informasi, dan pendidikan terkait keluarga berencana (KB) dan kesehatan reproduksi.

Angka partisipasi sekolah menengah yang sudah tinggi diwajibkan naik total ke 100 persen. Dengan strategi ini, pada saat yang sama ditargetkan median usia kawin pertama di atas 18 tahun. Seluruh perempuan yang telah menikah wajib terakses program KB. Maka itu, dengan hal tersebut berpeluang mencapai target nihilnya angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun.

Tidak tanggung-tanggung, target prevalensi kasus kekerasan terhadap anak perempuan mencapai nol persen. Adapun kasus kekerasan terhadap perempuan yang telanjur terjadi harus 100 persen dapat layanan komprehensif.

 
Yang khas pada SDGs Desa ialah kaidah no one left behind, artinya target pembangunan sosial harus mencapai 100 pemanfaat.
 
 

 

Afirmasi bagi partisipasi perempuan di ruang publik ditetapkan dalam target perempuan di Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan perangkat desa minimal 30 persen. Agar turut serta mewarnai pembangunan desa, jumlah perempuan yang menghadiri musdes dan berpartisipasi dalam pembangunan desa minimal 30 persen.

Implementasi afirmasi

Yang khas pada SDGs Desa ialah kaidah no one left behind, artinya target pembangunan sosial harus mencapai 100 pemanfaat, yang ditelusuri sampai rumah tangga dan individu.

Satuan pembangunan ialah desa sehingga target-target bisa dipenuhi. Bandingkan, menghilangkan kemiskinan level nasional yang sulit tercapai hingga kini, dengan desa tanpa orang miskin yang terdapat di 1.118 desa.

Untuk menghilangkan kekerasan terhadap perempuan dimulai dari sosialisasi perlindungan dini. Desa juga harus memfasilitasi laporan tindak kekerasan seksual, perdagangan manusia, dan kekerasan terhadap perempuan.

Untuk meningkatkan layanan aduan kekerasan terhadap perempuan, desa mendirikan pos pengaduan kekerasan terhadap anak dan perempuan. Kegiatannya juga meliputi fasilitasi dan pendampingan kepada korban.

Agar seluruh perempuan desa mendapat pendidikan, desa wajib memfasilitasi remaja (15-19 tahun) yang tidak bersekolah untuk mengikuti pembelajaran nonformal di desa. Mereka sekaligus juga mendapat pelatihan keterampilan kerja.

Perempuan desa juga perlu ikut lembaga kemasyarakatan desa agar cepat memahami perkembangan desa, serta turut dalam menentukan langkah-langkah yang hendak ditempuh desa.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat