Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Tak Ada Hadisnya, tak Wajib Zakat?

Aset lain yang tidak disebutkan itu bukan berarti tidak wajib zakat.

 

Diasuh oleh Dr Oni Sahroni, Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

 

Assalamu’alaikum wr wb.

Saat ini banyak barang dan aset yang belum ada pada masa Rasulullah SAW, seperti beberapa orang yang memiliki rumah sekian banyak tidak diperjualbelikan tetapi menjadi aset idle atau ada petani kelapa sawit dan lainnya. Pertanyaannya, apakah suatu aset wajib zakat itu harus berdasarkan hadis? Jika tidak ada hadisnya, tidak wajib zakat? Mohon penjelasan ustadz.

Rizky, Depok

 

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Sesungguhnya saat tidak ada hadis yang menegaskan suatu aset itu wajib zakat, bukan berarti tidak wajib zakat. Beberapa komoditas yang disebutkan dalam hadis Rasulullah SAW sebagai objek zakat, selain karena barang tersebut adalah barang yang berkembang (memenuhi illat zakat), tetapi juga barang tersebut yang tersedia pada saat itu. Contohnya adalah unta, sapi, kambing, gandum, kurma, dan perak.

Walaupun demikian, aset lain yang tidak disebutkan itu bukan berarti tidak wajib zakat, karena ada landasan lain seperti analogi terhadap barang yang disebutkan adalah emas, atau didasarkan kepada nash umum dan maqashid-nya.

Jika menelaah literatur fikih zakat turats dan kontemporer, salah satunya fikih zakat (Al-Qardhawi) dan At-Tatbiq Al-Mu’ashir Li Az-Zakat (Husen Syahattah), maka akan ditemukan contoh-contoh berikut.

Pertama, Imam Syafi’i menjelaskan (dalam ar-Risalah saat mengupas zakat emas), Rasulullah SAW mewajibkan zakat perak (al-Wariq wa an-Nuqud al-Fidhiyyah), kemudian masyarakat mewajibkan zakat emas arena analogi (qiyash) bahwa emas itu adalah alat tukar yang ditimbun oleh masyarakat dan mereka memperbolehkannya menjadi alat bayar baik sebelum Islam ataupun setelahnya.

photo
Warga memindai kode QR untuk membayar zakat di Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta, Kamis (15/10). Masjid Agung Al-Azhar menyediakan fasilitas QRIS untuk mempermudah umat muslim menyalurkan zakat melalui aplikasi digital - (Republika/Putra M. Akbar)

Oleh karena itu, Abu Bakar Ibnu al-Arabi menyebutkan, tetapi Rasulullah SAW tidak menyebutkan emas sebagai wajib zakat. Al-Qadhi’ menjelaskan bahwa saat itu bisnis yang dikelola menggunakan perak pada umumnya.

Kedua, tidak ada nash sahih dan sharih (tegas) yang mewajibkan zakat perdagangan. Walaupun demikian, Ibnu Mundzir telah menukil bahwa para ulama telah sepakat (kecuali Dzahiriyyah) bahwa objek perdagangan itu wajib zakat.

Ketiga, sahabat Umar RA memerintahkan mengambil bagian zakat atas kuda, karena ia melihat bahwa nilai kuda itu tinggi dan sudah mencapai nisab. Pendapat ini kemudian diikuti oleh Imam Abu Hanifah.

Keempat, Imam Ahmad mewajibkan zakat atas madu, karena ada atsar dan dianalogikan dengan pertanian dan buah-buahan. Begitu pula mewajibkan zakat atas tambang karena dianalogikan dengan perak sebagaimana keumuman firman Allah SWT, “...nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu...” (QS. Al-Baqarah: 267).

Kelima, penjelasan ahli fikih bahwa bangunan tidak wajib zakat itu karena bangunan pada umumnya digunakan untuk kebutuhan pribadi, bukan untuk dibisniskan.

Penulis kitab al-Hidayah menegaskan bahwa bangunan itu tidak wajib zakat karena digunakan sebagai kebutuhan asasi dan bukan termasuk kategori barang yang berkembang. (al-Hidayah ma’a Fathul Qadir 1/487). Wallahu a’lam. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat