Petugas kesehatan beraktivitas saat pelaksanaan Uji Klinis Vaksin Covid-19 di Puskesmas Garuda, Jalan Dadali, Kota Bandung, Selasa (25/8). | ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA

Kabar Utama

Uji Klinis Vaksin Covid-19 Aman

Secara keseluruhan, tak ada efek samping berat dialami relawan uji vaksin Covid-19.

BANDUNG -- Sebanyak 1.620 relawan telah pungkas mendapatkan suntikan pertama dalam uji klinis tahap III vaksin potensial Covid-19 yang diselenggarakan di Bandung, Jawa Barat. Secara keseluruhan, tak ada efek samping berat dialami para relawan.

Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Universitas Padjadjaran (Unpad) Kusnandi Rusmil juga mengeklaim uji klinis berjalan baik hingga Ahad (18/10). "Sejauh ini berjalan baik, aman, dan tidak ada reaksi termasuk alergi. Sekarang belum ada yang sakit," ujar Kusnandi Rusmil saat dihubungi Republika, Ahad (18/10). 

Menurut Kusnandi, sejauh ini relawan yang sudah mendapatkan dua kali injeksi vaksin sekitar 600 orang. Semua relawan diharapkan selesai mendapatkan dua kali suntikan dalam dua bulan mendatang. Perkembangan para relawan akan diikuti selama enam bulan semenjak mendapatkan injeksi pertama. 

Ia tidak mau berandai-andai dengan hasil akhir uji klinis vaksin ini. Oleh karena itu, ia meminta masyarakat tetap melaksanakan protokol kesehatan. Ia menyebutkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mensyaratkan 80 persen dari total penduduk Indonesia harus divaksin untuk mendapatkan kekebalan kelompok. 

Padahal, dia menambahkan, jumlah penduduk Indonesia sekitar 270 juta dan per orang harus mendapatkan dua kali suntikan. "Artinya butuh lebih dari 500 juta dosis dan butuh waktu berapa lama," ujarnya.

Inspeksi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sepanjang akhir pekan lalu ke beberapa lokasi uji klinis tahap III di Bandung, juga belum menemukan persoalan dalam uji klinis. “Penelitian ini telah berjalan sesuai dengan protokol yang telah disetujui. Sejauh ini tidak ditemukan adanya reaksi yang berlebihan atau serious adverse event, hanya reaksi ringan seperti umumnya pemberian imunisasi,” kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Ahad (18/10).

Ia menyebutkan, BPOM telah menginspeksi pelaksanaan uji klinik ke seluruh pusat uji klinik pada 8-9 September 2020. Hasil inspeksi menunjukkan tidak ada temuan yang bersifat kritikal. Kemudian, Tim Inspektur BPOM melakukan inspeksi pelaksanaan uji klinik vaksin Sinovac di Puskemas Garuda dan Puskesmas Dago, Bandung, Jawa Barat, Jumat (16/10). 

Direktur Registrasi Obat BPOM Riska Andalusia, mengiyakan, selama inspeksi tidak ada laporan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau efek samping yang berat atau serius diantara relawan-relawan vaksin Covid-19. Hasil dari uji klinis ini, dapat menjadi data pendukung bagi Badan POM saat mengeluarkan Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin Covid-19 yang akan diajukan oleh Bio Farma pada saat uji klinis tahap III pungkas. 

Nantinya, hasil dari uji klinis tahap III di Bandung akan digabungkan dengan hasil uji klinis di negara lain seperti Brasil, Cili, Turki, dan Bangladesh. Uji klinis tahap III Sinovac itu secara total melibatkan lebih dari 15.000 subjek. “Dan hasil dari setiap uji klinis di lima negara tersebut, akan digabungkan dan dijadikan dasar sebagai pemberian izin untuk memproduksi vaksin Covid-19 dikemudian hari,” kata Riska.

Direktur Utama Bio Farma, Honesti Basyir, menekankan, hal itu merupakan program besar, sehingga harus dikelola dengan baik, sejak awal dari mulai uji klinis, produksi, hingga distribusi dari Bio Farma. “Oleh karenanya, program vaksinasi Covid-19 ini harus dikawal sebaik mungkin dari seluruh stakeholder, sehingga program ini dapat berjalan sesuai prosedur,” ujar Honesti.

Spesialis mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Pratiwi Sudarmono meminta masyarakat sabar menanti vaksin Covid-19. Pasalnya, belum ada pengembangan yang menyelesaikan fase III.

“Maka ini harus ditunggu, harus sabar. Sampai hasilnya keluar, sampai hasilnya selesai untuk melihat berapa persen efisiensinya. Apakah bisa melindungi 100 persen atau tidak," kata Pratiwi, dalam diskusi pada Sabtu (17/10).

Ia menjelaskan, jika sudah diketahui efisiensinya, maka pemerintah bisa menetapkan berapa orang yang perlu divaksin. Jika efisiensi vaksin nantinya bisa di atas 80 persen, maka jumlah masyarakat yang divaksin tidak perlu sampai 180 juta orang. Namun, jika vaksin hanya memiliki efisiensi 50 persen maka jumlah orang yang divaksin tentunya harus lebih banyak. 

"Makin banyak orang tervaksinasi, maka dia akan bisa melindungi kelompok yang belum tervaksinasi. Maka, kita harus merata untuk melakukan vaksinasi. Tapi kalau efektivitasnya turun misalnya 60 persen, maka 180 juta itu harus tercapai semua," kata dia lagi.

Pratiwi juga memperkirakan, proses penyuntikan vaksin kepada masyarakat tidak bisa dilakukan pada November 2020. Sebab, saat ini seluruh dunia masih menunggu selesainya uji klinis fase III. Di antara 193 vaksin yang dikembangkan, hanya belasan yang sudah memasuki fase III saat ini.

Namun, meskipun vaksin belum selesai persiapan untuk produksi sudah harus dilakukan. "Itu sebabnya kita melihat persiapan itu, dan mungkin memberikan sedikit harapan yang palsu, yang terlalu cepat. Seolah-olah segera kalau vaksin itu November kita segera bisa disuntik. Saya kira itu tidak bisa begitu," kata dia lagi. 

Vaksin global 

Sementara itu, Bio Farma dinyatakan telah terpilih sebagai salah satu produsen global vaksin Covid-19. Produksi vaksin dari Bio Farma nantinya akan digunakan oleh Koalisi untuk Inovasi Persiapan Epidemi (CEPI), sebuah koalisi global pemerintahan dan swasta guna menanggulangi wabah mendunia.

Kepercayaan terhadap Bio Farma merupakan kelanjutan dari hasil due diligence pada 15 September 2020 yang memberikan penilaian terhadap aspek sistem produksi vaksin dan mutunya, sistem analitik laboratorium, dan sistem teknologi informasi yang digunakan Bio Farma dalam memproduksi vaksin.

Direktur Utama Bio Farma, Honesti Basyir mengatakan, fasilitas Bio Farma yang akan digunakan oleh CEPI adalah untuk memproduksi vaksin Covid-19 dengan multiplatform sebanyak 100 juta dosis per tahunnya. Penggunaan itu akan dimulai pada akhir kuartal keempat 2021 atau kuartal I 2022 mendatang.

“Pengembang vaksin Covid-19 dari seluruh dunia, ada yang belum memiliki fasilitas produksi massal secara mandiri sehingga CEPI akan mempertemukannya dengan produsen vaksin yang telah memenuhi persyaratan tertentu, dan Bio Farma adalah salah satunya,” ujar Honesti seperti dalam keterangannya, Ahad (18/10).

Honesti menjanjikan penggunaan kapasitas produksi untuk CEPI tidak akan memengaruhi kegiatan produksi rutin yang ada di Bio Farma. “Tentu saja kami sudah memperhitungkan aktivitas produksi kami yang rutin, setelah dilakukan perhitungan, penggunaan kapasitas produksi untuk CEPI, tidak akan mengganggu kegiatan produksi rutin di Bio Farma,” katanya.

Menurut Honesti, kepercayaan yang diberikan CEPI tidak lepas dari pengalaman yang panjang Bio Farma di dunia internasional sejak 1997.  Bio Farma tercatat sebagai salah satu dari 29 produsen vaksin di dunia yang telah mendapatkan prakualifikasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai syarat telah memenuhi good manufacturing practices (GMP). Vaksin hasil dari Bio Farma pun sudah digunakan di 150 negara. 

Bahkan saat ini, dia melanjutkan, Bio Farma telah berhasil mengembangkan vaksin polio terbaru yang didukung riset kelas dunia, yaitu Novel Oral Polio Vaccine type 2 (nOPV2). Bio Farma juga dipercaya dalam pengembangan teknologi transfer teknologi vaksin untuk kemandirian di negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Bio Farma juga dijadikan laboratorium rujukan setelah Indonesia ditunjuk sebagai Center of Excellence vaksin dan bioteknologi di negara-negara OKI.

“Pada 2019 yang lalu, tercatat lebih dari 16 negara anggota OKI yang belajar langsung kepada kami mengenai pendistribusian vaksin saat Bio Farma menjadi tuan rumah pada acara ‘Workshop Cold Chain Management System’ (rantai dingin) untuk negara-negara, yang tergabung dalam OKI," ujarnya.

photo
Tim medis memeriksa tensi warga dengan komorbid dalam simulasi uji coba vaksinasi Covid-19 di Puskesmas Abiansemal I, Badung, Bali, Selasa (6/10). - (Nyoman Hendra Wibowo/ANTARA FOTO)

Ia menambahkan, pengalaman yang dijalani oleh Bio Farma ini menggambarkan kualitas dan kemampuan Indonesia untuk menjadi mitra kerja sama perusahaan dan lembaga kesehatan internasional tidak diragukan lagi. Hal ini karena ada Bio Farma memiliki reputasi dunia.

CEPI merupakan koalisi pemerintah-swasta dan lembaga filantropis yang berpusat di Norwegia. Memiliki tujuan untuk mengatasi epidemi dengan cara mempercepat pengembangan vaksinnya.

CEPI juga bertujuan untuk mengembangkan fase awal vaksin yang aman, efektif, dan terjangkau yang dapat membantu dalam menahan wabah sedini mungkin. Pada masa mendatang, kolaborasi dengan CEPI tidak sebatas vaksin Covid-19 saja, tetapi juga pengembangan vaksin pandemi lain melalui berbagai teknologi terkini. 

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sebelumnya mengatakan, Indonesia memastikan ketersediaan vaksin Covid-19 dengan melakukan kerja sama multilateral. Salah satu caranya dengan melakukan pertemuan langsung di Swiss dan Inggris. "Perjalanan ke Inggris dan Swiss ini untuk mengamankan vaksin, baik melalui kerja sama bilateral maupun multilateral," ujar Retno, Jumat (16/10) malam.

Retno menjelaskan, bersama Menteri BUMN, Erick Thohir, tim Indonesia menunjukkan komitmen dalam menangani pandemi virus korona. Langkah ini diperkuat dengan kerja strategis bersama berbagai pihak, termasuk WHO, Gavi, CEPI, dan UNICEF.

Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan, dengan pertemuan-pertemuan itu diketahui bahwa Bio Farma telah dipandang sebagai perusahaan global karena diakui kualitasnya oleh CEPI. "Kita ingin adanya keamanan untuk rakyat Indonesia," ujar Erick.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat