Pengunuuk rasa prodemokrasi melakukan simbol tiga jari dalam aksi unjuk rasa menentang darurat nasional di Ratchaprasong, Bangkok, Kamis (15/10). | EPA-EFE/RUNGROJ YONGRIT

Kabar Utama

Keadaan Darurat, Thailand Redam Tiga Bulan Aksi Protes

Protes terus meningkat di Thailand selama tiga bulan terakhir.

BANGKOK -- Pemerintah Thailand telah memberlakukan keadaan darurat nasional dalam upaya mengakhiri tiga bulan protes, Kamis (15/10). Aksi unjuk rasa yang dipimpin mahasiswa ini menyerukan reformasi monarki dan pengunduran diri Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha.

Putusan keadaan darurat pemerintah Thailand utamanya berisi larangan pertemuan lima orang atau lebih dan publikasi berita atau pesan daring yang dapat membahayakan keamanan nasional. Protes terus meningkat di Thailand selama tiga bulan terakhir.

Para demonstran hingga mendirikan kemah di luar kantor Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha di ibu kota Bangkok untuk menuntut pengunduran dirinya pada Rabu malam. Pemerintah mengatakan pihaknya juga bertindak menyalakan alarm keadaan darurat setelah demonstran menghalangi iring-iringan mobil kerajaan.

Ketegangan meningkat di sekitar iring-iringan mobil kerajaan pada Rabu (14/10). Kelompok yang mengenakan kemeja kuning yang melambangkan dukungan mereka terhadap monarki juga mulai berkumpul. Sekitar 15 ribu personel polisi dikerahkan di jalanan menghalau aksi itu.

photo
Anggota kepolisian Thailand melindungi poster Raja Maha Vajiralongkorn dari pengunjuk rasa di Monumen Demokrasi di Bangkok, Rabu (14/10).  - (AP/Sakchai Lalit)

Video yang dibagikan secara luas di media sosial menunjukkan polisi melindungi kendaraan kuning bangsawan dari kerumunan massa yang mengangkat tangan tinggi-tinggi dengan hormat tiga jari yang telah menjadi simbol gerakan demokrasi. Mereka juga meneriakkan tuntutan.

Simbol tiga jari bagian tengah yang dijulurkan dengan kelingking dan jempol terlipat itu serupa dengan simbol perlawanan dalam film Hollywood "the Hunger Games". Simbol itu adalah tanda perlawanan distrik-distrik dalam film itu terhadap pemerintah pusat.

"Sangat penting memperkenalkan langkah mendesak guna mengakhiri situasi ini secara efektif dan segera untuk menjaga perdamaian dan ketertiban," sebut televisi pemerintah dilansir laman Aljazirah, Kamis.

Pengumuman tersebut disertai dengan dokumen yang menetapkan langkah-langkah yang berlaku mulai pukul 04.00 pagi waktu setempat. Pengumuman itu menyatakan larangan pertemuan besar dan mengizinkan pihak berwenang untuk melarang orang memasuki area mana pun yang mereka tunjuk.

Seruan pemerintah juga melarang publikasi berita, media lain, dan informasi elektronik yang berisi pesan yang dapat menimbulkan ketakutan. Atau pesan yang sengaja memutarbalikkan informasi, menciptakan kesalahpahaman yang akan mempengaruhi keamanan atau perdamaian dan ketertiban nasional.

Alasan lain untuk tindakan darurat adalah kerusakan ekonomi akibat protes dan risiko penyebaran virus Covid-19. Saat ini, Thailand melaporkan satu kasus yang ditularkan secara lokal dalam lebih dari empat bulan terakhir.

Dalam waktu 30 menit setelah perintah darurat, polisi antihuru-hara mengusir demonstran yang berkemah di luar kantor Prayuth untuk menuntut pencopotannya dan mendorong konstitusi baru. "Situasi saat ini sama saja dengan kudeta," kata salah satu dari sedikit pemimpin protes yang masih bebas, Tattep Ruangprapaikitseree.

Kelompok Pengacara Hak Asasi Manusia mengatakan, pihak berwenang menangkap dua pemimpin protes, Arnon Numpa dan Panupong Jadnok. "Pihak berwenang menangkap Arnon dan Panupong pada jam 05.00 pagi," kata kelompok hak asasi itu.

Mereka mengatakan, Arnon ditangkap atas pidato yang dia berikan di kota utara Chiang Mai. Namun alasan penangkapan Panupong tidak jelas, dan polisi tidak dapat memberikan komentar dengan segera. Associated Press juga melansir penangkapan terhadap pemimpin protes Parit "Penguin" Chiwarak.

photo
Pengacara HAM Thailand Anon Numpa (depan tengah), diapit juru bicara persatuan mahasiswa Panusaya Rung Sithijirawattanakul (depan kanan) dan aktivis prodemokrasi Parit "Penguin" Chiwarak (depan kiri) saat memimpin aksi di Bangkok, Rabu (14/10). - (EPA-EFE/DIEGO AZUBEL)

Pada Rabu (14/10), puluhan ribu demonstran berbaris di Bangkok. Mereka berkumpul di luar Gedung Pemerintah, tempat perdana menteri bekerja. Gerakan protes bertujuan untuk menyingkirkan Prayuth, mantan panglima militer yang mengambil alih kekuasaan dalam kudeta 2014.

Gerakan protes dimaksudkan untuk mengakhiri kekerasan selama satu dekade antara pendukung dan penentang pendirian negara yang memperkuat posisinya dalam pemilihan umum tahun lalu. Para demonstran menginginkan konstitusi baru dan menyerukan pengurangan kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn.

"Apa yang dilakukan hari ini mendorong Thailand ke titik puncak," kata politisi oposisi, Thanathorn Juangroongruangkit. Ia menuntut pemerintah membebaskan pendemo dan mengakhiri keputusan darurat.

Kritik terhadap sistem monarki Thailand dapat dihukum hingga 15 tahun penjara di bawah hukum lese majeste. Meskipun PM Prayuth mengatakan awal tahun ini raja telah meminta agar aturan itu tidak diterapkan.

Protes belakangan yang terjadi melanggar tabu lama dalam mengkritik kerajaan. Tantangan nyata terhadap monarki seperti itu belum pernah terjadi sebelumnya di Thailand.

Kondisi ini karena pengaruh keluarga kerajaan sebelumnya meresap ke setiap aspek masyarakat. Protes melawan kerajaan memicu reaksi balik dari proroyalis Thailand.

Beberapa gerakan antipemerintah yang populer telah muncul selama sejarah modern Thailand yang bergolak. Bangkok sebelumnya telah mengalami kerusuhan politik yang panjang dan lebih dari selusin kudeta militer sejak 1932.

photo
Pengunjuk rasa antipemerintahan menaiki sepeda motor di dekat Monumen Demokrasi di Bangkok, Rabu (14/10). - (AP/Gemunu Amarasinghe)

Aktivis telah berulang kali mengatakan mereka hanya ingin monarki beradaptasi dengan zaman modern. Tuntutan mereka termasuk penghapusan undang-undang pencemaran nama baik kerajaan yang melindungi raja dari kritik dan agar raja tidak terlibat politik. “Kami hanya meminta mereka untuk berubah bersama kami,” kata pengunjuk rasa Dear Thatcha.

Sejak gerakan dimulai pada Juli, puluhan aktivis antipemerintah telah ditangkap, didakwa melakukan penghasutan dan dibebaskan dengan jaminan. Sedikitnya 21 orang ditangkap awal pekan ini karena menghadiri demonstrasi.

Juru bicara pemerintah, Anucha Burapachaisri, mengumumkan bahwa perdana menteri telah memerintahkan polisi untuk mengajukan tuntutan terhadap para demonstran yang menghalangi iring-iringan mobil kerajaan. Tuduhan juga akan diajukan terhadap mereka yang mencemarkan nama baik kerjaan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat