Polisi membuat barisan pagar betis dan memasang kawat berduri untuk menahan massa yang berupaya masuk komplek DPRD Tulungagung, Tulungagung, Jawa Timur, Senin (12/10). | Destyan Sujarwoko/ANTARA FOTO

Tajuk

Sekali Lagi UU Cipta Kerja

Benarkah pebisnis bersiap investasi tahun depan? Tentu kita berharap demikian.

UU Cipta Kerja masih terus menjadi polemik. Kemarin ribuan karyawan, buruh, elemen kampus, dan kelompok lingkungan menggelar aksi unjuk rasa di berbagai daerah. Alhamdulillah, aksi unjuk rasa kemarin berlangsung lebih adem. Tanpa ada perusakan dan kerusuhan seperti yang terjadi sebelumnya di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya di Indonesia.

Melihat berbagai aksi unjuk rasa yang terus terjadi, pantas rasanya kita melihat lagi, mempertanyakan lagi, mengkritisi lagi: Untuk siapa sebenarnya UU Cipta Kerja ini disusun? Sebab, kalau benar untuk pekerja, mengapa justru pekerja yang paling banyak protes sepanjang proses penyusunan UU ini sampai pada pengesahannya. Mengapa pekerja justru merasa tidak diakomodasi suaranya?

Atau benarkah UU ini memang untuk mengakomodasi kelompok bisnis? Rasanya, iya. Kalau kita perhatikan betul pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Kemaritiman dan Sumber Daya Luhut B Panjaitan, serta sejumlah menteri ekonomi lainnya, termasuk Menkeu Sri Mulyani dan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah. 

 
Beda rasa bahasanya dengan kalimat yang kerap diucapkan kelompok pekerja, buruh, karyawan saat membahas beleid setebal 1.035 lembar ini.
 
 

Kalimat-kalimat seperti: "Iklim investasi", "birokrasi", "penanaman modal", "investor", memang lebih mesra dengan kelompok pebisnis ketimbang kelompok pekerja. Ini adalah kalimat yang sering kali disebutkan oleh para menteri dan para pebisnis ketika mereka membicarakan UU Cipta Kerja. Kalimat yang abstrak, jauh dari tanah.

Beda rasa bahasanya dengan kalimat yang kerap diucapkan kelompok pekerja, buruh, karyawan saat membahas beleid setebal 1.035 lembar ini. Mereka mereka ini lebih sering bersuara hal yang riil, dekat dengan kehidupan sehari-hari, terutama dekat dengan risiko kerja mereka: "Upah", "Hak cuti", "Libur", "Cuti melahirkan", "Cuti haid", "Pesangon", "PHK", dan lainnya. 

Pemerintah mengatakan, UU Cipta Kerja diperlukan untuk memuluskan investasi pada masa mendatang. Kalau ini disampaikan tanpa ada pagebluk Covid-19, publik pasti relatif menerima dengan baik. Namun, dalam kondisi seperti ini, publik pasti mengernyitkan dahi. Pagebluk Covid-19 masih terus meluas, malah belum ada tren penurunan di Indonesia, belum juga ditemukan obatnya, serta ketiadaan vaksin, itu investasi oleh siapa?

Ya, ini pertanyaan yang logis. Tidak ada yang tahu kapan pagebluk ini akan berakhir. Yang ada adalah prediksi. Ini yang selalu diulang oleh para menteri dan pejabat terkait. Prediksi tahun depan ekonomi akan pulih, prediksi daya beli akan kembali, prediksi investasi akan mengalir deras, prediksi akan ada belasan investor siap masuk ke Indonesia, dan  lainnya.

 
Benarkah pebisnis bersiap investasi tahun depan? Tentu kita berharap demikian. 
 
 

Benarkah pebisnis lokal ataupun global bersiap masuk pada masa pagebluk ini? Melihat data-data perekonomian, seperti pengucuran kredit perbankan, rencana investasi, survei konsumen, ataupun survei kondisi perekonomian, rasanya belum. Semua sedang menunggu kapan pagebluk ini reda. 

Benarkah pebisnis bersiap investasi tahun depan? Tentu kita berharap demikian. Tapi tunggu dulu. Proyeksi bisnis tahun depan adalah gambaran sejauh mana tahun ini berjalan usahanya. Kelompok bisnis sepanjang tahun ini kita tahu menjerit meminta pertolongan kepada pemerintah agar usaha mereka bisa bertahan. 

Bertahan dari keharusan membayar kredit usaha, merestrukturisasi, bertahan membayar gaji karyawan sementara omzet menurun, bertahan terhadap rendahnya daya beli. Bertahan dari pajak-pajak dan pungutan-pungutan. 

Artinya apa? Tahun depan, kemungkinan kecil pebisnis bisa langsung tancap gas. Yang harus mereka lakukan pertama kali adalah memulihkan situasi usahanya dulu. Berbenah dari berbagai tagihan dan kewajiban. Ini pun dengan satu syarat: Situasi pagebluk Covid-19 mereda. Kalau tidak? Ya, malah terjadi sebaliknya. Bisnis ambruk. 

UU Cipta Kerja sudah disahkan. Polemik pasti belum akan selesai. Sebab, naskah final UU baru saja dibuka oleh DPR untuk kemudian dikaji kembali oleh berbagai pihak. Belum lagi akan ada uji materi UU di Mahkamah Konstitusi. Proses bisa memakan waktu berbulan-bulan. 

Jelas sekali implementasi UU ini di lapangan belum akan terwujud dalam waktu dekat. Dengan realitas seperti ini, pertanyaan pada awal di atas masih layak kita renungkan, untuk siapa sebenarnya ribuan peraturan ini? 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat