Warga menggunakan pelindung wajah saat belanja di pasar tradisional Pasar Minggu, Jakarta, Kamis (17/9). | Republika/Thoudy Badai

Tajuk

Daya Beli dan Resesi

Sekarang yang terpenting, pemerintah didukung penuh oleh masyarakat agar mampu mengendalikan wabah ini untuk sama-sama bisa bangkit sesegera mungkin.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan pada September 2020 terjadi deflasi 0,05 persen. Deflasi pada bulan tersebut merupakan deflasi ketiga kali sepanjang tahun ini. Deflasi pertama terjadi pada Juli 2020 sebesar 0,10 persen dan berlanjut pada Agustus  2020 sebesar 0,05 persen.

Kepala BPS, Suhariyanto, dalam jumpa pers secara virtual kemarin, menyatakan, deflasi selama tiga bulan berturut-turut tersebut menggambarkan kondisi daya beli masyarakat yang masih sangat lemah. Wabah Covid-19 yang melanda Indonesia sejak beberapa bulan lalu menjadi penyebab tertekannya daya beli masyarakat.

Di lapangan, sesungguhnya daya beli masyarakat yang rendah sangat terasa. Para pelaku usaha mulai dari kecil sampai besar sudah beberapa kali mengungkapkan penjualannya yang turun drastis. Hampir semua pelaku usaha merevisi target pendapatannya. Pada awal tahun mereka menargetkan meraih laba di tahun ini, tapi sejak pandemi covid menyerang negeri tercinta ini, para pelaku usaha berjuang agar bisa bertahan meski tak lagi berharap banyak dapat membukukan laba.

 
Di lapangan, sesungguhnya daya beli masyarakat yang rendah sangat terasa. Para pelaku usaha mulai dari kecil sampai besar sudah beberapa kali mengungkapkan penjualannya yang turun drastis. 
 
 

Apalagi, kita sama-sama mengetahui wabah ini belum diketahui kapan akan berakhir. Kondisi tersebut membuat ketidakpastian di masyarakat sangat tinggi. Baik itu dari sisi ekonomi maupun kehidupan bermasyarakat. Para pelaku usaha belum bisa bangkit dari keterpurukan yang terjadi pada awal wabah melanda Tanah Air, yakni Maret. Saat itu ketika diterapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), aktivitas ekonomi nyaris hampir terhenti. Hampir semua sektor penjualan turun di atas 50 persen. 

Sesungguhnya, ekonomi mulai bergerak perlahan saat pemerintah menerapkan era kenormalan baru sekitar Juli. Pusat perbelanjaan, pabrik, atau perhotelan yang semula tutup, mulai beroperasi meski belum 100 persen. Namun, wabah yang belum dapat dikendalikan, akhirnya membuat sejumlah pemerintah daerah, termasuk DKI Jakarta, kembali menerapkan PSBB ketat pada September. PSBB ketat ini kembali menyebabkan pergerakan ekonomi mengalami tekanan karena ada sejumlah pembatasan.

Pemberlakuan PSBB ketat mau tidak mau akhirnya membuat sejumlah aktivitas usaha, baik besar maupun usaha kecil, kembali harus berjuang untuk bisa bertahan. Tidak sedikit dari perusahaan yang terpaksa memotong gaji karyawan dan tidak sedikit yang lainnya memangkas jumlah karyawan supaya bisa bertahan.

Banyaknya jumlah pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan para pekerja yang pendapatannya berkurang karena gaji dari kantor sudah tidak full lagi merupakan gambaran daya beli masyarakat yang melemah. Apalagi, kemudian sejumlah sektor informal rontok karena ditinggal pembeli akibat kurangnya daya beli masyarakat.

Bantuan tunai langsung yang diberikan oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah nyatanya belum mampu mengangkat daya beli masyarakat. Padahal, program bantuan langsung tersebut tidak hanya diberikan kepada masyarakat umum, tetapi juga kepada usaha kecil menengah dan para pekerja formal dengan penghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan. Selain itu, pemerintah pusat awalnya sangat optimistis terjadi pergerakan ekonomi yang cukup positif di kuartal ketiga ini sehingga Indonesia tidak menjadi bagian dari negara-negara yang terkategori resesi. Namun, sepertinya negara kita tidak bisa lepas dari jeratan resesi. Kuartal ketiga ini khususnya pada September yang diharapkan menjadi puncak titik balik bangkitnya perekonomian nasional sulit diwujudkan. 

Kita memang masih akan menunggu dalam beberapa hari ke depan, kepastian angka pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal ketiga ini. Sinyal resesi yang segera melanda Indonesia sesungguhnya sudah cukup kuat bila dilihat dari deflasi pada September. Meski demikian, resesi tentu saja bukan menjadi alasan bahwa di kuartal keempat kita tidak bisa bangkit. Sekarang yang terpenting, pemerintah didukung penuh oleh masyarakat agar mampu mengendalikan wabah ini untuk sama-sama bisa bangkit sesegera mungkin. N

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat