Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Front Rakyat Tolak Omnibus Law (Frontal) membawa spanduk saat melakukan aksi unjuk rasa di Depan Gedung DPRD Sulawesi Tengah di Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (14/8). | Mohamad Hamzah/ANTARA FOTO

Nasional

RUU Ciptaker Disahkan Pekan Depan

RUU Ciptaker rampung dan akan disahkan pada pengujung masa sidang V DPR.

JAKARTA – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Firman Soebagyo, mengatakan, klaster ketenagakerjaan dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) telah selesai dibahas. RUU ini rampung dan direncanakan akan disahkan pada pengujung masa sidang V DPR tahun 2020-2021 atau 8 Oktober mendatang.

“Diagendakan pada masa sidang terakhir, insya Allah (8 Oktober disahkan—Red),” ujar Firman saat dikonfirmasi, Selasa (29/9). 

Klaster ketenagakerjaan yang selama ini menjadi polemik telah selesai dibahas pada akhir pekan lalu di sebuah hotel. Namun, hal ini menuai protes dari berbagai pihak.

“Selesailah klaster ketanagakerjaan, dengan beberapa perubahan dan kesepakatan yang kita ambil pada malam hari ini,” kata Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas dalam rapat pembahasan klaster ketenagakerjaan sebagaimana ditayangkan kanal Youtube resmi DPR RI.

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin menjelaskan, alasan DPR menggelar rapat di hotel karena listrik di gedung DPR tengah bermasalah. Azis menyebut pembahasan RUU di luar kompleks parlemen adalah hal yang biasa. “Kemarin karena listrik, ada problem elektrik di DPR. Dari Baleg mengajukan persetujuan dan persetujuan itu disepakati dalam rapim dan bamus,” kata Azis.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengkritik Baleg DPR yang melanjutkan pembahasan RUU Ciptaker pada Sabtu dan Ahad di hotel. Menurut dia, pembahasan di hotel dengan alasan mati lampu di gedung parlemen tak masuk akal. Hal tersebut dinilai sebagai upaya untuk mematikan akses publik terhadap pembahasan RUU.

“Saya kira pilihan rapat di hotel bukan karena alasan yang tampak lucu, yaitu mati lampu itu. Yang terjadi sesungguhnya, DPR sudah matikan akses publik dalam proses pembahasan RUU Cipta Kerja,” ujar Lucius kepada Republika.

Ia melihat Baleg berusaha menutup aspirasi penolakan terhadap RUU Ciptaker, khususnya klaster ketenagakerjaan yang menuai reaksi negatif dari kelompok buruh. Di sisi lain, DPR mengeklaim RUU sapu jagat itu dibahas terbuka. “Seolah-olah sengaja tak mau menerima masukan dari publik. Pandemi seolah-olah berkah bagi mulusnya nafsu elite untuk mengesahkan cepat RUU Cipta Kerja ini,” ujar Lucius.

Alasan pemadaman listrik di parlemen juga ia anggap tak masuk akal. Sebab, lembaga sebesar DPR harusnya memiliki fasilitas pembangkit listrik, seperti generator, untuk mengantisipasi kejadian seperti itu.

Pembahasan RUU Ciptaker di hotel juga disebutnya sebagai upaya penyerapan anggaran yang maksimal, termasuk memperoleh kenyamanan maksimal saat pembahasan dilakukan di luar kompleks parlemen.

“Sesungguhnya DPR sedang mencari ketenangan, mencari tempat menghindar yang paling aman agar misi mereka menuntaskan RUU Cipta Kerja bisa segera diwujudkan,” ujar Lucius.

DPR juga dinilai sok rajin karena membahas sebuah RUU di luar hari kerjanya dalam fungsi legislatif. Pembahasan RUU Ciptaker pada Sabtu dan Ahad, menurut dia, hanyalah upaya agar RUU ini dapat segera disahkan pada Oktober mendatang.

“Kegesitan dan totalitas yang terlihat muncul pada pembahasan RUU omnibus law tidak muncul secara konsisten pada pekerjaan lain DPR yang juga mendesak. Jadi lucu kan kalau mereka kita anggap rajin karena menggunakan waktu akhir pekan untuk terus bekerja? Ini namanya rajin bersyarat,” kata Lucius.

Serikat buruh mengancam akan menggelar aksi menolak pengesahan RUU Ciptaker dalam waktu dekat. Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPI) Indra Munaswar mengatakan, aksi tersebut digelar semata-mata bukan hanya untuk kepentingan buruh, tetapi menyangkut kepentingan rakyat.

"Ini bukan kepentingan an sich serikat pekerja buruh, ini kepentingan rakyat. Angkatan kerja itu kan rakyat, para pengangguran itu kan rakyat,” ucap Indra.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan sejumlah organisasi buruh lainnya, seperti Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia KSPSI AGN, dan 32 federasi meminta agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Ciptaker. Jika tidak, Presiden KSPI Said Iqbal mengancam akan menggelar aksi besar-besaran dalam waktu dekat.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat