Petugas Dompet Dhuafa menyemprotkan cairan disinfektan di ruangan kerja kantor Republika, Jakarta, Selasa (7/3). | Republika/Putra M. Akbar

Kisah Dalam Negeri

Petugas Medis, Pengantar, dan Protokol Kantor

Kata terima kasih tidaklah cukup untuk petugas medis yang bekerja demi pasien Covid-19.

Terjangkit Covid-19 bukan cobaan yang mudah bagi sebagian besar orang. Pada masa pandemi ini, Covid-19 menjadi jenis penyakit dengan banyak nuansa, bukan hanya memengaruhi kesehatan, melainkan juga kehidupan sosial pengidapnya. Jurnalis Republika, Fauziah Mursid, menuturkan pengalamannya terjangkit dan akhirnya sembuh dari penyakit tersebut. Berikut tulisan bagian terakhirnya.

Kata terima kasih mungkin tidaklah cukup untuk para petugas medis yang bekerja demi kami para pasien Covid-19. Meski pasien-pasien seperti kami membuat repot kalian petugas medis, tetapi tak menyurutkan keramahan dan pelayanan kalian kepada kami.

Meski berlindung di balik alat pelindung diri yang lengkap dan tertutup rapat, juga dengan kacamata besar, ketulusan tetap terpancar dari para petugas medis maupun petugas lainnya di Wisma Atlet. Mereka tidak jemu-jemu bertanya mengenai kondisi kami, atau adakah keluhan-keluhan dari kami, di samping tugas rutin memeriksakan kesehatan semua pasien.

Prosedur perawatan di Wisma Atlet, ada ruangan perawatan di tiap-tiap lantai. Penanganan dan perawatan semua penghuni kamar di lantai tersebut pun, berada di bawah tanggung jawab perawatan di lantai tersebut. Koordinasi biasanya dilakukan petugas medis melalui grup Whatsapp tiap lantai.

Terkadang, di tengah tugasnya, petugas medis kerap bercanda dengan kami para pasien. Atau terus menyemangati pasien yang tak kunjung pulang dari perawatan.

Petugas medis juga tak bosan mengingatkan tiba waktunya makan siang, pemeriksaan rutin, pengambilan obat, melalui Whatsapp. Bahkan, tak jarang menelpon atau mendatangi ke kamar pasien yang terlambat mengambil obat.

Belum lagi, jika jadwal pemeriksaan di Wisma Atlet seperti pengambilan darah, rekam jantung (EKG) secara rutin dilakukan kepada pasien di waktu Subuh. Biasanya, ada pasien yang tidak menyadari dan masih terlelap di kamarnya masing-masing, dan kemudian dibangunkan oleh petugas medis.

Yang juga berjasa adalah para pengemudi jasa pengantar. Sejak awal masuk Wisma, para pasien biasanya datang tanpa persiapan lengkap. Syukur-syukur jika mereka membawa perlengkapan lengkap, tetapi jika tidak, peran jasa pengantar ini sangat dibutuhkan sekali.

Upaya di kantor

Sudah sejak pertangahan Maret, kantor Republika di Pejaten, Jakarta Selatan, hilang riuhnya. Sudut-sudut kantor yang biasanya dipenuhi kumpulan-kumpulan penuh canda jadi sepi belakangan. Dari hampir 500 karyawan yang biasanya meramaikan kantor, hanya sekitar 10 sampai 15 persen yang boleh datang secara bergantian ke kantor saban hari. 

 
Sepekan sekali, kantor juga disemprot disinfektan, baik oleh tim dari Baznas dan Dompet Dhuafa, maupun swadaya.
 
 

Menurut Pemimpin Redaksi Republika Irfan Junaidi, mereka tak mau ambil risiko. Karena saat itu ancamannya bukan hanya Covid-19. “Dulu di awal-awal sempat muncul banyak kriminalitas karena panik dan kesulitan ekonomi. Kita juga punya kebijakan untuk karyawan di redaksi yang perempuan langsung full WFH semuanya. Kita serukan WFH untuk melindungi mereka untuk aman dari Covid dan kriminalitas,” ujar Irfan.

Sepekan sekali, kantor juga disemprot disinfektan, baik oleh tim dari Baznas dan Dompet Dhuafa, maupun swadaya. Sedari awal, Republika juga membuka donasi untuk membantu tenaga kesehatan yang saat itu mengalami krisis alat pelindung diri (APD).

Bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) serta BPJS Kesehatan, sumbangan pembaca kemudian dikonversi dalam bentuk APD dan disalurkan ke belasan rumah sakit. “Kita sudah menyadari sejak awal kasus soal pentingnya bahu membahu dan kerja sama,” kata Irfan.

Setelah PSBB berjalan dan ada pelonggaran-pelonggaran berjalan Republika juga memilih tetap menerapkan WFH. Karena yang terjadi, ketika pelonggaran berjalan, grafik penularan langsung menanjak, kasus harian bertambah banyak. “Kita tetap WFH sampai batas waktu yang belum ditentukan. Bahkan saya berpikir jika ini bisa berjalan efektif ya sudah, permanen aja, tapi ini baru tahap penjajakan pemikiran. Kita lagi uji efektivitasnya.”

Bagaimanapun, Covid-19 punya jalan sendiri. Terlepas dari kewaspadaan di kantor, virus masih menyebar di luar. Wartawan, calon reporter, dan karyawan ada juga yang terkena di luar kantor.

Irfan menuturkan, kasus-kasus itu jadi pelajaran pertama untuk membuka jalur jejaring simpul-simpul yang berperan penting dalam penanganan Covid-19. “Teman-teman bahu-membahu bantu, Mengurus dari Rumah Sakit Lapangan Artha Graha Peduli sampai ke RSD Wisma Atlet,” ujar Irfan.

Begitu ada kasus pertama itu, petinggi di Republika langsung melakukan rapat secara virtual dan mengambil langkah yang penting. “Misalnya begitu ada pasien OTG datang ke kantor, saat itu juga orang kantor kita pulangkan untuk WFH kemudian kantor di-lockdown. Walau gubernur tiga hari kita tutup 10 hari,” tutur Irfan.

 
Alhamdulillah, Allah selalu kasih jalan sehingga kawan-kawan yang ada kontak lansgung maupun tak langsung kita uji swab semua untuk memastikan posisi mereka dan menjadi lebih jelas treatmen yang harus diberikan pada teman-teman semuanya.
 
 

Nyatanya, aktivitas kantor bisa berjalan seperti biasa dari rumah. Namun, tetap ada satu-dua orang yang berjaga mengatur lalu-lintas data, grafik dan seterusnya yang terkait produksi cetak koran.

“Kita tak menghendaki ini terjadi, tapi pada kenyataannya terjadi. Dengan segala keterbatasan mengupayakan tracing berjalan baik sehingga teman-teman yang punya riwayat kontak kita susuri dan uji swab langsung untuk mengetahui secara akurat. Yang swab belum keluar kita isolasi sambil menaati distancing, masker, dan sebagainya,” kata dia.

Selanjutnya, yang juga jarang institusi mau melakukan, Republika melapor kepada Gugus Tugas Covid-19 tingkat kecamatan. Menurut Irfan, hal itu supaya bisa mendapat pendampingan dan supaya tercatat. Pendampingan tersebut, baik dari koramil setempat maupun pihak kecamatan pada akhirnya memudahkan penanganan. 

“Alhamdulillah, Allah selalu kasih jalan sehingga kawan-kawan yang ada kontak langsung maupun tak langsung kita uji swab semua untuk memastikan posisi mereka dan menjadi lebih jelas treatment yang harus diberikan pada teman-teman semuanya,” kata Irfan.

Tak lupa, ia menuturkan, pihak Republika juga tiap bulan mengadakan doa bersama. “Melibatkan Allah ini penting dan banyak dilupakan. Padahal virus itu ciptaan siapa sih? Dan siapa sih yang bisa menjamin mampu mengendalikannya?” 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat