Warga Palestina menginjak poster bergambar Presiden AS Donald Trump dalam unjuk rasa di Nablus, Tepi Barat, pekan lalu. | AP/Khalil Hamra

Internasional

Sudan Bertemu AS dan UEA

Ada indikasi Sudan merundingkan normalisasi dengan Israel.

ABU DHABI — Delegasi tingkat tinggi Sudan dijadwalkan mengadakan pembicaraan dengan perwakilan Uni Emirat Arab (UEA) dan Amerika Serikat (AS) di Abu Dhabi pada Senin (21/9). Prospek normalisasi diplomatik antara Sudan dan Israel disebut menjadi salah satu topik yang dibahas. 

Dilaporkan laman Aljazirah, delegasi tingkat tinggi Sudan dipimpin kepala dewan kedaulatan Jenderal Abdel-Fattah al-Burhan. Dia adalah tokoh yang bertanggung jawab atas pemerintahan Sudan selama masa transisi setelah digulingkannya mantan presiden Omar al-Bashir tahun lalu.

Menurut laporan Sudan News Agency, Menteri Kehakiman Sudan Naser-Eddin Abdelbari turut mendampingi al-Burhan dalam kunjungannya ke UEA. Dia akan bertemu dengan pejabat AS untuk membahas pencabutan Sudan dari daftar negara yang mensponsori terorisme. Abdelbari pun akan meminta AS mendukung masa transisi dan menghapus utang negaranya kepada Washington. 

Situs berita Axios melaporkan, AS bakal mengutus direktur senior Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih untuk Direktorat Urusan Teluk dan Timur Tengah Brigadir Jenderal Miguel Correa dalam pertemuan dengan delegasi Sudan. Correa adalah salah satu tokoh yang terlibat dalam proses normalisasi UEA dengan Israel. 

photo
Suasana penandatangan perjanjian Israel-UEA-Bahrain, di Washington, pekan lalu.  - (EPA-EFE/JIM LO SCALZO)

Sementara UEA diwakili oleh penasihat keamanan nasional Tahnoun bin Zayed. Dia pun merupakan tokoh yang bertanggung jawab dalam proses pembicaraan dengan Israel. 

Menurut Axios, mengutip keterangan beberapa sumber dari pemerintahan Sudan, dalam pertemuan tersebut, delegasi Sudan akan meminta bantuan kemanusiaan dengan nilai lebih dari tiga miliar dolar AS. Dana itu bakal dimanfaatkan untuk mengatasi krisis ekonomi dan dampak banjir bandang yang menghancurkan. 

Selain itu, Sudan akan meminta komitmen AS dan UEA untuk memberikan bantuan ekonomi kepadanya selama tiga tahun ke depan. Sebagai imbalannya, Sudan bersedia melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel. Abdel-Fattah al-Burhan dilaporkan bakal bertemu dengan Putra Mahkota UEA Mohammed bin Zayed untuk mendiskusikan hal tersebut. 

Al-Burhan hanya mewakili faksi militer di pemerintahan. Faksi sipil, termasuk Perdana Menteri Abdalla Hamdok masih ragu untuk melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel. Mereka khawatir hal itu akan memicu gelombang protes di dalam negeri. Sejauh ini AS dan UEA masih belum memberikan komentar atas laporan tentang kemungkinan Sudan menyepakati perjanjian normalisasi dengan Israel. 

Pascanormalisasi Israel dan UEA pada 13 Agustus lalu, Sudan disebut-sebut bakal menjadi negara selanjutnya. Hal itu pun sempat disinggung Menteri Intelijen Israel Eli Cohen. 

“Perjanjian normalisasi dengan Sudan akan segera hadir. Perjanjian bersejarah ini dapat ditandatangani sebelum tahun baru," kata Cohen kepada Israeli Public Broadcasting Corporation pada 16 Agustus lalu.

Saat itu juru bicara pemerintah transisi Sudan Faisal Saleh membantah hal tersebut. Dia mengatakan pemerintahan saat ini tidak memiliki mandat untuk memutuskan apakah akan melakukan normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel. 

UEA dan Israel menyepakati perjanjian normalisasi hubungan diplomatik pada 13 Agustus lalu dengan dimediasi AS. Itu merupakan kesepakatan perdamaian pertama yang dicapai Israel dengan negara Arab dalam 26 tahun. 

Tel Aviv terakhir kali menandatangani perjanjian semacam itu pada 1994 dengan Yordania. Belum genap sebulan pasca perjanjian dengan UEA, tepatnya pada 11 September lalu, Israel menyepakati normalisasi dengan Bahrain yang juga dimediasi AS. 

Presiden AS Donald Trump mengklaim masih ada sembilan negara yang bakal melakukan normalisasi dengan Israel, satu di antaranya adalah Arab Saudi. Menurut Trump normalisasi antara Saudi dan Israel akan terjadi pada waktu yang tepat. 

Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan penandatanganan perjanjian normalisasi Israel dengan Bahrain dan UEA merupakan "hari hitam" dalam sejarah bangsa Arab. "Hari ini akan ditambahkan ke kalender penderitaan Palestina dan kalender kekalahan Arab, karena memberikan pukulan maut kepada Inisiatif Perdamaian Arab serta solidaritas Arab," katanya dilaporkan laman kantor berita Palestina, WAFA

Sementara itu, Pemerintah Qatar menegaskan dukungannya terhadap pembentukan negara Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya. 

“Negara Qatar meneguhkan posisi tegasnya pada masalah Palestina, yang menetapkan penghentian pendudukan Israel dan pendirian negara Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya dalam kerangka legitimasi internasional dan resolusi Dewan Keamanan (PBB yang relevan sambil memberikan hak kepada semua pengungsi Palestina untuk kembali, ” kata Kementerian Luar Negeri Qatar pada Ahad (20/9), dilaporkan Qatar News Agency

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat