Tampilan halaman muka Dialog Jumat 18 September 2020. Tak sedikit pasien Covid-19 yang mengalami tekanan jiwa ketika divonis Covid-19. | Dialog Jumat/Republika

Laporan Utama

Saat Jiwa Terguncang Covid-19

Tak sedikit pasien Covid-19 yang mengalami tekanan jiwa ketika divonis Covid-19.

 

 

 

Tidak sedikit pasien virus korona (Covid-19) yang mengalami guncangan kejiwaan setelah divonis positif. Studi bahkan menyebutkan, pasien sembuh Covid-19 mengalami tingkat gangguan kejiwaan yang lebih tinggi, termasuk gangguan stres pascatrauma (PTSD).

Wabah Covid-19 yang menjangkit seluruh dunia memang berdampak besar pada tatanan global, juga Indonesia. Munculnya informasi yang mengerikan tentang Covid-19, stigma masyarakat soal penyakit tersebut, hingga minimnya kepercayaan diri dianggap menjadi faktor-faktor yang melatarbelakangi guncangan kejiwaan pasien Covid-19.

Perawat di RSPI Sulianti Saroso, Nurdiansyah, mengakui tak sedikit pasien Covid-19 yang mengalami tekanan jiwa ketika divonis Covid-19. Dia menyebut, rata-rata pasien yang dirawat di rumah sakit pusat infeksi ini berstatus orang tanpa gejala (OTG). Mereka kerap dilanda depresi. Tak sedikit pasien Covid-19 yang mengekspresikan kegelisahannya dengan berteriak-teriak.

"Apalagi yang OTG ya. Mereka cenderung tidak yakin terjangkit Covid-19 kan. Jadi, mereka lebih depresi dan belum bisa menerima kondisi atau vonis atas diri mereka," kata Nurdiansyah saat dihubungi Republika, Rabu (16/9).

Tak hanya itu, tak sedikit pasien positif yang tingkat pengetahuannya akan Covid-19 rendah. Dengan demikian, kata dia, para perawat perlu untuk melakukan edukasi serta memberikan pemahaman serta pendekatan secara perlahan sambil terus memberi pemahaman. Sebagai perawat, Nurdiansyah berupaya memberikan perawatan sesuai dengan standar kesehatan dan keamanan Covid-19.

"Jadi, kita terus memberikan pemahaman setiap hari. Sambil kita juga memberikan perawatan. Jangan sampai berhenti agar dapat membantu pasien juga untuk dapat terbebas dari virus ini," ujarnya.

Dengan menerapkan perawatan seperti itu, dia menjelaskan, gangguan dan guncangan kejiwaan akibat terjangkit Covid-19 pun diharapkan dapat berangsur membaik. Di sisi lain, dia membeberkan kondisi pasien Covid-19 yang sudah terlalu lama berada di ruang isolasi untuk mendapatkan perawatan.

 
Dengan menerapkan perawatan, gangguan dan guncangan kejiwaan akibat terjangkit Covid-19 diharapkan dapat berangsur membaik.
 
 

"Kalau yang ini (pasien yang telah lama mendapatkan perawatan) paling depresinya itu cenderung ke arah bosan ya," kata dia.

Ketua Umum Persatuan Perawat Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah mengatakan, para perawat yang bekerja di unit isolasi umumnya mengurusi aspek yang general. Meski demikian, kata dia, terdapat juga perawat yang menangani khusus isolasi jiwa.

"Perawat spesialisasi jiwa ini biasanya akan memberikan konsultasi kepada para perawat yang bertugas di lapangan," kata dia.

Munculnya kondisi guncangan kejiwaan pasien Covid-19 ditimbulkan oleh sejumlah faktor. Psikolog Indra Kusumah menjelaskan, ketika seseorang mendapatkan dirinya terjangkit Covid-19, penerimaan diri seseorang dengan orang lainnya akan berbeda.

"Jangankan untuk tahu terjangkit Covid-19, baru menunggu hasil tesnya positif atau tidak pun sudah banyak yang stres itu," kata Indra.

Dari sekian banyak informasi yang diterima pasien tentang virus tersebut, dia menjelaskan, proses meresiliensi --kemampuan untuk beradaptasi-- seseorang yang menjadi respons utama dalam menekan atau meningkatkan depresi yang ada. Apabila seseorang mampu meresponsnya dengan tepat, hal itu akan berpengaruh menekan stres.

Dalam pandangan agama, dia menilai, penerimaan diri menjadi hal kunci yang dapat dikolaborasikan dengan sejumlah ritual keagamaan. Dia mencontohkan, shalat, zikir, dan medium ibadah yang dapat menenangkan jiwa bisa mendatangkan ketenangan. Dengan ibadah, dia menilai, pengendalian emosi di saat seperti itu akan sangat membantu.

Adapun yang menjadi kendala, kata dia, adalah sikap menyangkal dan penerimaan yang tidak maksimal saat dinyatakan positif. Menurut dia, hal itu dikhawatirkan akan menurunkan imunitas tubuh. Jika imunitas tubuh menurun, virus yang menjalar di tubuh akan semakin mendapat ruang yang dapat merugikan penderitanya.

"Maka yang paling awal, terima saja dulu. Terima dan tidak menyalahkan siapa pun, sambil ikuti protokol kesehatan dan perawatan yang ada," kata dia.

Di sisi lain, dia membeberkan, faktor di luar diri juga dapat memengaruhi tinggi atau rendahnya depresi orang positif Covid-19. Pihak keluarga, masyarakat, hingga negara pun memiliki andil untuk memberikan stimulus psikologis kepada pasien Covid-19 yang sulit menerima kondisi dirinya.

Misalnya, dalam lingkup keluarga dan masyarakat, dia menyebut, stigmatisasi terhadap pasien Covid-19 pun harus dihilangkan. Kepastian kebijakan tentang Covid-19 juga menjadi salah satu faktor pengaruh besarnya harapan para pasien Covid-19.

photo
Pasien Covid-19 berada di salah satu tower di kawasan Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Jumat (11/9). Rencananya tower 5 di RSD Wisma Atlet akan segera dibuka untuk pasien positif Covid-19 tanpa gejala untuk melakukan isolasi mandiri - (Prayogi/Republika)

Tenangkan Hati dengan Zikir dan Berpikir Positif

 

Wabah virus Covid-19 tak jarang menimbulkan dampak psikologis yang buruk bagi penderitanya. Guncangan kejiwaan atas vonis positif Covid-19 pun mendera beberapa pasien yang harus menjalankan isolasi dan perawatan medis dengan standar protokol kesehatan yang ketat. Dari sini guncangan kejiwaan bermula.

Pendakwah yang juga pendiri Daarut Tauhid, KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) mengatakan, wabah Covid-19 merupakan salah satu musibah yang perlu diterima manusia. Tidak ada satu pun musibah yang terjadi tanpa seizin Allah SWT. Dalam QS at-Taghabun ayat 11, Allah SWT berfirman, yang artinya: "Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."

"Kita harus yakin bahwa dengan izin Allah dan pasti sudah diukur oleh Allah kemampuan kita dalam menerima ujian ini, pasti (ujian tersebut) membawa kebaikan bagi orang yang beriman," kata Aa Gym saat dihubungi Republika, Rabu (16/9).

Dia menjelaskan, semua ujian yang berasal dari Allah merupakan kebaikan bagi semua hamba-Nya. Setelah ridha menerima takdir dan ketentuan Allah, Aa Gym mengungkapkan, Allah akan ridha kepadanya. Dia mengimbau masyarakat maupun pasien Covid- 19 untuk terus bersabar dan berikhtiar dalam menjalani ujian yang diberikan Allah.

"Seperti nasi menjadi bubur, carilah cakwe ayam supaya jadi bubur ayam spesial. Sempurnakan ikhtiar sebagai ibadah dan pasrahkan hati kepada Allah yang Mahabaik, Mahaadil, Maha Penyayang dan tidak pernah menyia-nyiakan hamba-Nya," ujar dia.

Di sisi lain, Aa Gym juga mengajak para pasien Covid-19 untuk terus berikhtiar menenangkan hati dengan berzikir dan mengingat Allah. Menurut dia, hanya dengan mengingat Allah hati manusia akan tenteram. Para pengingat Allah akan diingat oleh Allah. Sepanjang dia berzikir penuh keyakinan dan kesungguhan harapan kepada Allah, Aa Gym mengungkapkan, Allah akan menurunkan ketenangan pula.

Aa Gym juga mengajak kepada masyarakat untuk tetap berprasangka baik kepada Allah diiringi dengan kesabaran yang luas. "Karena setiap sakit bisa menjadi penggugur dosa, peningkat pahala, dan pengangkat derajat. Insya Allah tidak akan seseorang wafat kecuali memang sudah ditetapkan. Semoga sakitnya benar-benar menjadi pendekat ke Allah dan itulah nikmat terbesar," kata dia.

 
Karena setiap sakit bisa menjadi penggugur dosa, peningkat pahala, dan pengangkat derajat.
AA GYM
 

Dai asal Makassar, Ustaz Das'ad Latif, mengatakan, sabar dan ikhlas menjadi kunci bagi pasien Covid-19 dalam menjalani ujian dan musibah yang dihadapi. Tak hanya itu, Ustaz Das'ad juga menilai pentingnya berbaik sangka ketika berada di dalam ruang isolasi.

Ustaz Das'ad pun menuturkan pengalamannya saat menjalani proses isolasi mandiri belum lama ini. Ketika menjalani isolasi mandiri, dia menjauhkan diri dari media sosial dan informasi-informasi negatif yang dapat merangsang emosinya.

"Saya putuskan itu medsos. Saya fokuskan diri untuk shalat tobat, shalat sunah lainnya, baca Alquran, berzikir," kata Ustaz Das'ad.

Menurut dia, seseorang yang terjangkit Covid-19 harus berpikir positif. Penyakit tersebut bukanlah aib yang memalukan. Apalagi, dalam Islam dikenal perkataan Nabi Muhammad SAW, jika seseorang tertimpa musibah dan bersabar, sakitnya itu akan menjadi penggugur dosa.

"Jika dia selamat, sakitnya menjadi pahala. Jika dia meninggal dalam keadaan sabar menerima penyakit, dia mati syahid menurut mayoritas ulama. Namun, jangan sampai sakit itu menjadi sia-sia karena kita menerimanya dengan tidak sabar dan bersuuzan kepada Allah," ujar dia.

 
Jangan sampai sakit itu menjadi sia-sia karena kita menerimanya dengan tidak sabar dan bersuuzan kepada Allah.
USTAZ DAS'AD LATIF
 

Psikolog dari Universitas Pancasila, Aully Grashinta, mengatakan, sikap positif diperlukan bagi pasien Covid-19 ketika menjalani perawatan. Dengan menenangkan diri dan menerima penyakit tersebut, hal itu menjadi modal utama untuk menghilangkan rasa gelisah yang dialami akibat vonis yang ada.

Tak hanya itu, dukungan dari luar dirinya juga diharapkan mampu menciptakan nuansa positif yang dapat menimbulkan aura baik bagi pasien. Social support itu penting sekali. Keluarga, masyarakat, bahkan sampai media pun punya andil besar bagi kesehatan mental pasien Covid-19," kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat