Petugas KPPS dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap mengevakuasi pemilih yang pingsan saat akan melakukan pencoblosan ketika simulasi Pilkada Serentak 2020, di TPS 18 Cilenggang, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (12/9). | MUHAMMAD IQBAL/ANTARA FOTO

Nasional

PKPU Kampanye Disoal

PKPU dinilai belum mengatur sanksi pelanggar protokol kesehatan secara tegas.

JAKARTA -- Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menyoroti aturan dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang masih mengizinkan konser musik dan kegiatan lain yang berpotensi menimbulkan kerumunan massa. Aturan itu terkandung dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) lanjutan dalam kondisi bencana nonalam Covid-19.

"Soal masih dibolehkannya konser musik dan perlombaan di pasal 63. Ini mungkin kan juga akan ada pengumpulan masa dan arak-arakan, ya," ujar Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Wisnu Widjaja yang mewakili Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo dalam diskusi daring tentang evaluasi penerapan protokol kesehatan dalam Pilkada 2020, Selasa (15/9).

Pasal 63 ayat 1 PKPU 10/2020 menyebutkan, kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundangan-undangan dapat dilaksanakan dalam bentuk rapat umum, kegiatan kebudayaan berupa pentas seni, panen raya, dan/atau konser musik, hingga kegiatan olahraga.

Di pasal 63 ayat 2 ada ketentuan bahwa kegiatan lain itu dilakukan dengan membatasi jumlah peserta paling banyak 100 orang.

photo
Pemilih memasukan surat suara kedalam kotak suara saat dilaksanakan Simulasi Pemungutan Suara dengan Protokol Kesehatan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 pada Pilkada Serentak 2020 di TPS 18, Cilenggang, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (12/9). - (MUHAMMAD IQBAL/ANTARA FOTO)

Ia meminta KPU memperhatikan aturan yang berpotensi memicu pengumpulan massa. Sebab, berdasarkan data satgas, masih ada 22 daerah penyelenggara pilkada yang tergolong zona risiko tinggi Covid-19 dari 309 kabupaten/kota. Hal itu didasarkan pemetaan zonasi risiko tinggi terhadap Covid-19 per 13 September 2020.

Ketua Pelaksana Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Erick Thohir mengingatkan, pelaksanaan pilkada harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Erick tidak ingin penyelenggaran pilkada justru memperparah kasus Covid-19. “Pilkada sukses, penanganan Covid gagal, adalah kegagalan juga bagi calon pemimpin daerah,” ujarnya. 

Erick menegaskan, pemerintah tidak ingin pilkada berpotensi menimbulkan gelombang kedua dan ketiga pandemi Covid-19. “Kalau ada gelombang kedua dan ketiga, ini yang bisa melumpuhkan kehidupan masyarakat dan kesehatan,” ujar Erick.

Sanksi

Selain soal kampanye, aturan sanksi dalam PKPU juga dinilai perlu diperbaiki. Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Ratna Dewi Pettalolo, mengatakan, PKPU Nomor 6 Tahun 2020 tidak mengatur jenis sanksi administrasi terhadap pelanggaran protokol kesehatan. Sanksi administrasi bagi pelanggar protokol kesehatan dalam pilkada pun tidak diatur eksplisit dalam undang-undang (UU). 

Sanksi administrasi bagi pelanggaran administrasi yang sudah diatur di UU antara lain pembatalan sebagai calon karena melakukan politik uang yang terstruktur, sistematis, dan masif atau pelanggaran dana kampanye.

Kemudian, ada sanksi peringatan lisan, peringatan tertulis, penghentian kegiatan kampanye, sanksi denda, penonaktifan sementara penyelenggara, dan diskualifikasi pasangan calon. 

"Khusus untuk protokol kesehatan, ini sanksinya memang belum diatur secara tegas oleh KPU," kata Ratna. Ia menuturkan, jika jenis sanksi tidak diatur di PKPU, Bawaslu tidak bisa menyimpulkan rekomendasi sanksi yang bisa ditindaklanjuti KPU. 

Komisioner KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mengakui, selain penegakan hukum dan sanksi, para pemangku kepentingan juga perlu memikirkan upaya pendidikan pemilih tentang risiko Covid-19. Menurut dia, harapan tingkat partisipasi yang tinggi dalam pilkada juga harus dipikirkan. Apabila hanya berpedoman pada sanksi, sementara harapan tingkat partisipasinya tinggi, ini sangat kontradiktif.

"Kita jauh ke depan bagaimana aspek-aspek kesehatan kemudian aspek demokrasi berjalan, kemudian pengaturan sangat penting untuk berupaya ke arah itu," kata Raka. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat