Foto udara Bundaran HI, Jakarta, Senin (14/9). | ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Tajuk

Pelajaran dari Ibu Kota

Fokus pada pencegahan pagebluk, selain dari tes massal dan penegakan disiplin aturan protokol kesehatan di masyarakat.

Situasi pagebluk di Ibu Kota belum juga membaik. Kemarin, jumlah kasus positif Covid-19 masih menyentuh angka 800-an. Sementara ruang perawatan intensif di rumah sakit rujukan sudah mencapai batas maksimalnya. Begitu juga, tenaga para dokter dan perawat yang kian terbatas. Jakarta sebenarnya sudah gawat, dengan risiko ke depannya pasien Covid-19 tidak bisa tertangani.

Dengan kondisi demikian, daerah lain bisa belajar banyak dari Jakarta agar tidak mengulang kesalahan serupa. Pelajaran dari Jakarta juga penting karena tidak sekadar memperlihatkan masalah kesehatan, tetapi juga sosial yang dibumbui politis.

Kasus Covid-19 di Indonesia bermula dari Jakarta pada awal Maret. Ibu Kota punya segalanya untuk menghadapi pagebluk ini. Pemprov memiliki jaringan kesehatan yang mumpuni. Didukung oleh instrumen kebijakan yang komprehensif, fasilitas rumah sakit pusat dan rumah sakit daerah. Fasilitas kesehatan lengkap. Ruang perawatan intensif banyak. Kesigapan para dokter dan perawat lebih awal.

Jakarta juga amat giat melakukan tes secara acak ataupun yang terfokus. Sampai saat ini, tes swab Covid-19 di Jakarta yang tertinggi se-Indonesia. Didukung fasilitas alat tes yang bisa menampung sampai ratusan ribu tes per hari. 

 
Apalagi, dengan daerah di luar Jawa yang sampai saat ini, masih kesulitan melakukan pelacakan dan tes masif massal. Jangan bandingkan dengan daerah terpencil, yang sudah pasti akan ketinggalan.
 
 

Kalau kita banding dengan daerah lain, bahkan tetangga Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, syarat di atas tentu jomplang. Apalagi, dengan daerah di luar Jawa yang sampai saat ini, masih kesulitan melakukan pelacakan dan tes masif massal. Jangan bandingkan dengan daerah terpencil, yang sudah pasti akan ketinggalan.

Dengan kesiapan dan kesigapan ini, mengapa Jakarta tidak bisa meredam Covid-19? Tentu kalau kita lanjutkan pertanyaannya, Jakarta saja dengan fasilitas dan sumber daya manusia serta anggaran yang besar kewalahan menangani, bagaimana daerah lain? Ini pertanyaan yang realistis kita renungkan.

Paling tidak secara mikro, ada dua hal yang bisa dicermati. Pertama adalah fokus kebijakan. Jakarta adalah yang pertama melakukan pembatasan sosial skala besar pada April. Namun di tengah jalan, pemprov justru kehilangan fokus. Seharusnya, pemprov fokus pada pencegahan meluasnya pagebluk. Namun, terlalu asyik melakukan tes dan terpaku pada angka kesembuhan.

Ini kemudian memicu pelanggaran aturan oleh publik. Tidak ada penegakan disiplin aturan secara masif dan memaksa. Kalaupun ada penegakan disiplin, hanya berlaku terbatas di lingkup kecil. Tidak massal serentak. Bila pada awalnya publik menaati aturan PSBB, belakangan publik justru makin abai. Pengabaian ini menjadikan situasi pagebluk tak terkendali.

 
Begitu sebaliknya. Perang kata-kata dilakukan secara terbuka, membuat publik menjadi bingung. Keseriusan macam apa yang sedang dipertontonkan elite politik Jakarta dan pusat ini?
 
 

Kita bisa melihat dengan gamblang bagaimana warga tidak menjalankan protokol kesehatan. Dan mereka tak takut melanggar. Yang paling ironis, misalnya adalah kerumunan pada hari bebas kendaraan bermotor, pembukaan taman hiburan dan tempat rekreasi, juga situasi di pasar dan angkutan umum. Padahal, pemprov sudah melakukan penutupan pasar, lokalisasi kasus di tingkat rukun warga, sampai dengan kebijakan karantina mandiri di rumah.

Situasi ini dibumbui politik yang terus menghangat antara pusat dan Jakarta sehingga menghasilkan kebijakan kontradiktif. Apa yang diputuskan oleh pemprov tidak mendapat dukungan di pusat. Begitu sebaliknya. Perang kata-kata dilakukan secara terbuka, membuat publik menjadi bingung. Keseriusan macam apa yang sedang dipertontonkan elite politik Jakarta dan pusat ini?

Itulah beberapa hal yang bisa daerah lain ambil hikmahnya dari situasi di Jakarta. Kalau tak ingin bernasib sama, pemprov/pemkot/pemkab harus melakukan dua hal yang tidak dilakukan maksimal di Jakarta, yakni: Fokus pada pencegahan pagebluk, selain dari tes massal dan penegakan disiplin aturan protokol kesehatan di masyarakat.

Tidak ada negara yang menyatakan mudah melawan Covid-19. Namun, kekompakan, fokus kebijakan pencegahan, dan ketaatan publik serta penegakan disiplin adalah syarat awal untuk bisa menanggulangi makin meluasnya penyakit ini. Tanpa itu, kita bisa melihat sejarah Jakarta hari ini. Kita berharap Pemprov Jakarta dengan kebijakan terbarunya bisa mengatasi pagebluk dengan lebih efektif dan memberikan hasil yang diinginkan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat