Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (tengahi) menyampaikan keterangan usai melaksanakan gelar perkara kasus suap Djoko Tjandra, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (11/9/). | ANTARA FOTO/Reno Esnir

Nasional

KPK Dalami Aliran Suap Djoko Tjandra

KPK diminta usut inisial yang muncul dalam skandal Djoko Tjandra.

JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mendengar pemaparan Kejaksaan Agung dan Polri terkait perkembangan penanganan kasus skandal pelarian Djoko Sugiarto Tjandra dalam gelar perkara di KPK pada Jumat (11/9). Dalam gelar perkara tersebut, KPK menemukan sejumlah kendala dan kekurangan, salah satunya motif Djoko menyuap para jenderal polisi.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, dalam gelar perkara itu, KPK memang ingin melihat gambaran utuh rentetan skandal Djoko Tjandra yang ditangani Polri dan Kejakgung. 

"Kami tadi dalam rangka korsup ingin memastikan, jangan sampai perkara yang besar dilihat per bagian-bagian atau per kelompok-kelompok atau klaster-klaster. Kami ingin melihat Djoko Tjandra menyuap jaksa, kepolisian ini tujuannya apa? Itu garis tujuan besarnya yang ingin kami gambarkan," kata Alex, kemarin.

KPK, kata dia, tidak ingin melihat perkara itu berdiri sendiri-sendiri. Seolah-olah Djoko Tjandra menyuap polisi berbeda dengan perbuatannya dalam menyuap pejabat di kejaksaan. "Nah, ini sebetulnya tujuan dari korsup yang dilakukan KPK," kata dia.

photo
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) Ali Mukartono (tengahi) bersama Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (kiri) dan Deputi Penindakan KPK Karyoto (kanan), menyampaikan keterangan kepada wartawan, usai melaksanakan gelar perkara atau ekspos kasus suap Djoko Tjandra, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (11/9). - (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Skandal pelarian Djoko Tjandra mulai terungkap setelah ia mengajukan peninjauan kembali (PK) kasusnya pada Juni 2020. Belakangan terungkap, buronan 11 tahun itu mengupayakan bebas dari jerat hukum dengan menyuap sejumlah oknum penegak hukum. Djoko pun ditangkap di Malaysia dan dibawa ke Indonesia pada Kamis (30/7).

Gelar perkara dilakukan terpisah antara perkara yang ditangani Polri dan Kejakgung. Bareskrim Polri menggelar perkara penghapusan red notice dan kasus penerbitan surat jalan serta dokumen lain Djoko. Kasus pertama dan kedua melibatkan Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo dan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte.

Selain keduanya, penyidik Bareskrim juga menersangkakan Djoko, kerabat Djoko Tommi Sumardi; dan pengacara Djoko, Anita Kolopaking. Sementara, Kejakgung menggelar kasus suap pembebasan melalui fatwa Mahkamah Agung (MA) dengan tersangka Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan politiskus Nasdem, Andi Irfan. 

Alex mengatakan, setelah mendengar pemaparan tim Bareskrim yang dipimpin Direktur Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Brigjen Djoko Poerwanto, KPK menilai Bareskrim belum mengungkap lebih jauh mengenai motif Djoko menyuap Irjen Napoleon Bonaparte selaku kadiv Hubinter agar namanya hilang dari daftar red notice Interpol. KPK menduga suap Djoko itu terkait dengan perkara jaksa Pinangki. 

Meski begitu, KPK masih belum memutuskan mengambil alih kasus-kasus yang ditangani kedua institusi tersebut. Alex menekankan, KPK mendorong agar Polri dan Kejaksaan mengusut tuntas kasus ini. "Sementara, kami akan lakukan korsup dulu, manakala KPK melihat ada pihak-pihak terkait yang belum diungkap Bareskrim atau Kejaksaan, ya kami akan dorong, tangani dulu," katanya.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, keputusan ambil alih perkara akan ditentukan dari supervisi yang saat ini sedang dilakukan. "Tentang pengambilalihan itu setelah dilanjutkan supervisinya," kata Ghufron, di gedung KPK, Jakarta, Jumat (11/9). 

Ghufron menjelaskan, dalam gelar perkara jaksa Pinangki, pimpinan KPK juga mempertanyakan sejumlah hal, termasuk mengenai istilah yang mencuat, seperti 'Bapakku' dan 'Bapakmu', yang diduga dipergunakan Pinangki dan Anita Kolopaking terkait pengurusan fatwa ke MA. 

"Jadi, dalam menggelar kasus itu berdasarkan bukti yang telah diperoleh. Sementara, rumor atau cerita-cerita di luar alat bukti juga kami pertanyakan, tapi karena kendalanya masih belum mendapatkan bukti ke sana, maka memang belum sampe ke sana," ujarnya.

Usut nama lain 

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) juga meminta KPK mendalami sejumlah inisial dalam skandal suap, gratifikasi terpidana Djoko Tjandra. Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengungkap, lima inisial yang diduga kerap terucap selama komunikasi intens antara tersangka jaksa Pinangki dan Anita Kolopaking.  

“Dalam rencana pengurusan fatwa itu, yang sering disebut-sebut, yaitu T, DK, BR, HA, dan SHD. KPK perlu mendalami inisial nama-nama itu," kata Boyamin menerangkan dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (11/9).  

MAKI, kata Boyamin, sudah menyampaikan sejumlah catatan hasil pengungkapan mandiri yang dilakukan terkait skandal hukum Djoko kepada KPK. Selain lima inisial tersebut, kata Boyamin, MAKI juga mendorong agar KPK menyibak kode ‘Bapakmu’ dan ‘Bapakku’ tersebut. 

Inisial lain yang diduga ada kaitannya dengan skandal Djoko Tjandra, kata Boyamin, yakni PG. Yang terakhir ini, Boyamin yakin, ada keterkaitannya dengan tersangka Pinangki. “Sampai saat ini, inisial PG belum didalami oleh penyidik di Pidsus Kejakgung,” ujar Boyamin menerangkan.

Boyamin juga meminta KPK mendalami adanya keterlibatan sejumlah pejabat di Direktorat Jenderal (Ditjen) Keimigrasian terkait skandal Djoko Tjandra. Sebab, kata dia, penyidikan yang dilakukan di Kejakgung ataupun di Bareskrim belum memberikan hasil yang dapat menjawab teka-teki penerbitan paspor Indonesia untuk Djoko Tjandra pada 23 Juni 2020.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat