Aglonema ddengan kualitas siap Ekspor, Foto:SANTI SOPIA/REPUBLIKA

Menata Si Cantik
AGLONEMA

Jenis dalam negeri umumnya punya daun lebih lebar dan besar dengan warna yang lebih cerah.

Ervan Satyahadi mulai tertarik menggeluti tanaman yang dalam bahasa ilmiah /aglaonema/ ini sejak 2005. Akan tetapi baru menjualnya mulai dari 2010. Berawal dari hobi, pria asal Palembang ini lantas menghasilkan makin banyak pot tanaman aglonema.

Pada 2012, Ervan mulai mengimpor aglonema. Hal itu karena jenis di Indonesia belum terlalu banyak seperti sekarang. Produk impor juga lebih banjir dibandingkan dari petani lokal. Sehingga otomatis yang beredar di pasaran lebih banyak impor daripada lokal.

“Tapi sekarang aku /nggak/ tergantung impor, aku tani sendiri. Kalau tergantung impor harga terkoreksi kita harus ikut. Kalau tani sendiri, produksi lebih tinggi dibanding impor. Tapi aku tetap ada jual yang impor,” jelas Ervan.

Jika bertani sendiri, sebenarnya tetap bisa memilih jenis dengan harga jual yang masih relevan. Jika sesekali impor dari Thailand atau Cina, Ervan biasanya mengembangkan kembali jenis tersebut dengan bertani sendiri. Menurut Ervan, produk impor sebenarnya tidak sebagus lokal. Jenis dalam negeri umumnya punya daun lebih lebar dan besar dengan warna yang juga lebih cerah.

Pasaran di Indonesia untuk jenis tertentu, misalnya, bisa mulai dari Rp 1 juta sementara dari Thailand dengan ukuran sama, biasanya lebih murah. Akan tetapi, kualitas dan tampilannya tidak lebih bagus dari lokal.

Aglonema dengan kualitas siap Ekspor, Foto:SANTI SOPIA/REPUBLIKA

Ervan menilai bahwa jika pertanian lokal lebih didukung oleh pemerintah, khususnya dalam pemberdayaan petani, maka pasti bisa memimpin pasar bahkan ekspor. Terlebih aglonema kini menjadi komoditi pasar yang sudah dijual bebas. “Semua orang bisa punya, harganya mulai dari Rp 10 ribu, Rp 50 ribu sampai belasan juta ada. Peminatnya pasti bertambah, saat ini anak muda lagi hobi penghijauan,” kata Ervan lagi.

Ervan melihat mulai 2013 sampai sekarang, pasar aglonema tetap bagus. Tetapi jika lebih didukung, otomatis semakin banyak tenaga kerja yang berdaya. Mulai dari petani, penjualan, operasi, pengusaha kecil yang diberi modal, akan lebih cerah masa depannya. Ervan pun mencontohkan Thailand yang disebut sebagai negara yang sangat mendukung pertanian begaranya.

Kualitas tanamannya bisa lebih bagus jika ditanikan sendiri di Indonesia. Ervan membudidayakan aglonema miliknya di daerah Lampung, Palembang hingga Ragunan, Jakarta.

Untuk mengembangkan usahanya itu, Ervan pun mengikuti ajang Kontes Aglonema Nusantara di Jakarta. Ini pula yang dilakukan oleh kontestan bernama Eko Priyo Nugroho asal Magelang yang mengikutsertakan tanamannya hampir di semua kategori, mulai dari majemuk, umum dan tunggal. Alasannya dia ingin meningkatkan gairah berbisnis hingga adu gengsi di antara pegiat aglonema. Menggeluti bisnis ini sejak satu setengah tahun lalu, Eko mengaku sangat terbantu dengan media sosial. Tanamannya juga beberapa kali menjadi juara kontes, seperti pada ajang yang digelar di Tangerang, Cilacap, dan Magelang. Untuk kategori tunggal, majemuk dewasa, biasanya menjadi favorit. Karena jenis ini menunjukkan tampilan maksimal. “Tanamannya sudah cantik banget, karakternya keluar dan saya sudah membuktikan sendiri menang kontes jadi meningkatkan kepercayaan pelanggan sama popularitas /nursery/ saya,” kata Eko.

Berkat kemenangan Eko di beberapa kontes ditambah tren yang semakin meningkat, tak ayal turut mempengaruhi penghasilannya. Rata-rata produksinya saat ini yakni 250 pot per bulan.

Eko sendiri memang seorang petani tanaman hias. Hanya, sebelumnya dia mengaku belum menggeluti tanaman aglonema. Sejak merambah bisnis aglonema, Eko merasa keuntungan yang diperoleh terbilang cukup besar. Harganya lumayan stabil dari tahun ke tahun dengan perawatan yang juga cukup mudah. Eko berharap bisa meraih kemenangan lainnya namun dari tanaman baru. “Kadang bosan kalau menang tanamannya sama, jadi butuh tantangan baru,” tambah dia.

Aglonema, Foto:SANTI SOPIA/REPUBLIKA

Masih Didominasi Tanaman Impor

Tanaman aglonema boleh dibilang kian jadi primadona. Tampilannya yang cantik dengan harga variatif menjadi daya tarik tersendiri bagi peminatnya. DPP Asosiasi Aglaonema Nusantara (ASA) Indonesia Raden Agus Choliq melihat potensi pasar aglonema sangat luar biasa. Kebutuhan perdagangan aglonema dalam satu tahun dapat menyentuh angka Rp 1 triliun yang melibatkan ribuan pegiat aglonema.

Akan tetapi, sayangnya tanaman ini masih banyak didominasi oleh produk impor. Hal ini jadi keresahan bersama untuk semakin menumbuhkan produk dalam negeri maupun petani-petani lokal. Setidaknya ini terlihat dari antusiasme peserta kontes. “Peserta yang mengikuti kontes terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Terakhir di Yogyakarta, hampir 400 pendaftar dari berbagai daerah di Indonesia,” kata Agus, ditemui dalam acara Kontes Aglonema Nusantara di Jakarta.

Sejak menggeluti aglonema pada 2004, Agus melihat bahwa nilai aglonema dapat stabil sampai sekarang. Harga yang fluktuatif adalah hal wajar, tetapi jarang sekali membuat petani mengalami kerugian yang signifikan. Penjualan terendah masih bisa menghasilkan keuntungan 200 persen.

Agus menyebutkan aglonema berbeda dari tanaman lain yang biasanya dinikmati dari tampilan bunga. Sementara aglonema dinikmati dari daun dan varian warnanya yang sangat beragam mulai dari putih, kuning, oranye, merah hingga pink.

Tampilannya yang cocok sebagai hiasan rumah tangga menjadi daya tarik tersendiri. Diharapkan kebutuhan aglonema bisa dipenuhi oleh petani lokal dan targetnya ekspor karena permintaannya sudah semakin banyak mulai dari benua Asia, Eropa dan lainnya.

Kontes agnolema di Indonesia sendiri sudah berlangsung lebih dari lima tahun. Hanya, biasanya digelar masing-masing daerah mulai dari Aceh, Padang, Sulawesi, Bali, Jawa dan lainnya namun tetap mengusung nama 'ajang nasional'. “Nah sejak 2021 kami tujuannya merapikan kontes-kontes itu agar terstruktur secara rapi, jadi yang nasional digelar setahun dua kali,” tambah Agus.

TIPS PERAWATAN

Perawatan aglonema terbilang tidak terlalu sulit. Berikut tip dari pegiat aglonema asal Palembang, Ervan Satyahadi.

  • 1.

    Jangan disimpan tidak boleh terlalu gelap, cahaya matahari kira-kira 60-70 persen.

  • 2.

    Semakin gelap, jangka waktu penyiramannya bisa lebih lama. Misalnya, disimpan di teras rumah yang tertutup, dalam waktu 5-7 hari baru boleh disiram.

  • 3.

    Jangan terlalu sering disiram. Selama ini banyak yang belum tahu jika aglonema terlalu sering disiram, maka akarnya akan cepat busuk.

  • 4.

    Jemur sehari sekali. Aglonema bisa dijemur di bawah sinar matahari sehari sekali sebelum pukul sembilan pagi. “Tapi dua sampai tiga hari sekali juga nggak masalah,” tambah Ervan.

Komoditas Hortikultura Bernilai Ekonomi Tinggi

Florikultura atau tanaman hias saat ini tak sekadar cantik menghiasi rumah dan banyak digemari. Di balik itu, tanaman hias kini merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai prospek cerah sebagai komoditas unggulan ekspor.

"Tanaman florikultura merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, dan memiliki prospek sangat cerah, sebagai komoditas unggulan ekspor maupun untuk pemasaran di dalam negeri," ujar Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin dalam sambutannya secara daring, pada acara pembukaan Kontes Nasional Aglaonema Nusantara tahun 2022 di Jakarta.

Wapres mengatakan tanaman florikultura mencatatkan pertumbuhan ekspor yang positif selama pandemi COVID-19. Berdasarkan data Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), ekspor tanaman hias tahun 2021 mampu mencatatkan pertumbuhan hingga 98 persen atau mencapai lebih dari 17 juta dolar AS.

Aglonema, Foto:SANTI SOPIA/REPUBLIKA

"Tanaman hias memang menjadi tren baru setelah pandemi yang membatasi pergerakan masyarakat di luar rumah. Namun lebih dari itu tanaman hias memberikan banyak manfaat bagi kesehatan dan kehidupan manusia mulai dari perbaikan kualitas udara hingga meningkatkan produktivitas kerja," jelasnya.

Wapres menyampaikan salah satu primadona tanaman hias adalah aglonema yang telah menjadi daya tarik bagi para pecinta tanaman. Permintaan akan tanaman aglonema di tanah air terus meningkat. "Di tempat tinggal saya juga ditanami tanaman aglonema, salah satunya jenis dona carmen. Saya dan istri selalu merawat tanaman tersebut dengan baik," kata Wapres.

Dia mengatakan Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki spesies aglaonema bervariasi serta penghasil aglonema hibrida berkualitas. Aglonema sangat potensial untuk dikembangkan di dalam negeri, terlebih dengan dukungan iklim tropis di Indonesia.

Namun, kata Wapres, patut disayangkan karena sampai saat ini bibit aglonema yang jumlahnya ratusan ribu pohon masih diimpor dari luar negeri. Padahal menurutnya, potensi dalam negeri sangat memungkinkan apabila ada upaya-upaya untuk mengembangkannya. "Pemerintah berharap para petani aglonema dapat berkembang maju, sehingga kebutuhan setiap bulan sekitar 600 ribu pohon yang masih impor, dapat kita penuhi," kata Wapres.

Wapres mengajak semua pihak memajukan tanaman hias Indonesia dengan memenuhi kebutuhan tanaman hias dari dalam negeri, serta mengekspornya ke mancanegara. Pemenuhan kebutuhan tanaman hias dalam negeri, selain mempunyai potensi ekonomi yang besar, sekaligus merupakan proses pembudidayaan berbagai tanaman hias demi menjaga kelestariannya. "Untuk meningkatkan daya saing produk florikultura milik kita, maka kita harus meningkatkan kualitas SDM pelaku di bidang ini. Mulai dari petani hingga pelaku usaha," tuturnya.

Selain itu, kata Wapres, Indonesia juga harus mendorong inovasi untuk menghasilkan produk sesuai permintaan konsumen, dengan kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan guna keperluan pelatihan dan pendampingan kepada para petani tanaman hias. "Kontes tanaman menjadi salah satu cara yang saya pandang efektif memajukan produk florikultura kita. Saya menyampaikan selamat atas penyelenggaraan Kontes Nasional Aglonema Nusantara. Semoga kegiatan ini menjadi awal swasembada aglonema sebagai salah satu tanaman hias kebanggaan Indonesia," kata Wapres.